Jumat 11 Mar 2022 20:05 WIB

Hukuman Edhy Prabowo Disunat, Petinggi KPK Pertanyakan Keagungan Mahkamah Agung

KPK kecewa dengan pertimbangan peringanan hukuman yang disampaikan oleh hakim.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku kecewa dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang kerap menyunat pidana terpidana kasus rasuah. Terakhir, MA memotong hukuman terpidana korupsi, Edhy Prabowo dari sembilan tahun kurungan menjadi lima tahun penjara.

"Memang beberapa putusan MA terkait perkara yang ditangani KPK dari sisi kami sangat mengecewakan terhadap pertimbangan-pertimbangan yang dibuat majelis hakim yang rasa-rasanya kok tidak mencerminkan keagungan sebuah mahkamah," kata Alexander Marwata di Jakarta, Jumat (11/3).

Baca Juga

Alex mengatakan, KPK kecewa dengan putusan MA yang kerap memberikan keringanan bagi para koruptor. Meskipun, lembaga antirasuah itu mengaku tak bisa berbuat banyak dan tetap menghormati putusan yang telah diketuk palu oleh majelis hakim MA.

Alex mengatakan, MA merupakan lembaga peradilan tertinggi. Dia melanjutkan, seburuk putusan yang dibuat hakim MA dan sudah mereka tetapkan harus dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku karena aturannya memang seperti itu.

"Apapun komentar, apapun yang terjadi kalau tidak ada upaya hukum lain. Kalau masih ada tentu kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk peninjauan kembali (PK)," kata Alexander lagi.

Secara khusus, Alex mengaku heran dengan alasan pemberian keringanan majelis hakim MA bagi terpidana korupsi, Edhy Prabowo. Menurutnya, MA seakan-akan menilai bahwa kebijakan menteri kelautan dan perikanan (KP) sebelum Edhy Prabowo merupakan sebuah kesalahan.

Alasan pemberian keringanan hukuman Edhy Prabowo lantaran MA menilai bahwa mantan wakil ketua partai Gerindra iru telah bekerja dengan baik semasa menjabat sebagai menteri KP. MA menilai, kebijakan yang dibuat Edhy terkait izin ekspor benur menguntungkan nelayan. "Karena dianggap dia (Edhy) sudah bekerja dengan baik antara lain dengan mencabut surat keputusan menteru sebelumnya yang melarang ekspor benur dan menerbitkan surat keputusan menteri yang baru dan mengijinkan ekspor benur sehingga dianggap membantu nelayan kecil," katanya.

"Nah ini kan sebetulnya sebuah kebijakan menteri. Tapi MA ini seolah-olah men-judge kebijakan menteri yang lalu itu nggak benar jadinya. Makanya dikoreksi dan mengangap ini menjadi suatu hal yang baik," kata Alexander lagi.

Seperti diketahui, MA telah memangkas hukuman terpidana korupsi kasus suap perizinan ekspor benih bening lobster (BBL) Edhy Prabowo. Hukuman mantan ketua Komisi IV DPR RI itu disunat dari sembilan tahun penjara menjadi lima tahun penjara.

Edhy juga diberika pidana denda sebesar Rp 400 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan. MA juga mengurangi pencabutan hak politik Edhy Prabowo dari 3 tahun menjadi 2 tahun terhitung setelah dia selesai menjalani masa pidana pokok.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement