Rabu 16 Mar 2022 03:55 WIB

Islamofobia Melonjak di Australia Sejak Teror Masjid Christchurch

Insiden Islamofobia termasuk serangan fisik, pelecehan non-verbal, dan intimidasi.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Masjid Linwood di Christchurch, Selandia Baru yang menjadi lokasi penembakan pada 2019. Islamofobia Melonjak di Australia Sejak Teror Masjid Christchurch
Foto:

Nabil mengatakan insiden itu membuat istrinya takut. Istrinya takut pergi ke luar, terutama sendirian. Peristiwa tersebut mendorong mereka pindah ke Barat Sydney, di mana terdapat komunitas Muslim yang lebih besar. "Saya tidak merasa aman di daerah yang lebih terpencil di mana tidak banyak orang Muslim di sekitarnya," katanya.

Tetapi menurut data yang dikumpulkan, daerah multikultural menunjukkan tidak banyak perbedaan dari daerah lain yang kurang beragam. Data menunjukkan 51 persen insiden terjadi di pinggiran kota yang lebih beragam. 

Daerah yang dijaga dengan kehadiran keamanan dan kamera pengintai tampaknya juga tidak menghalangi pelaku, dengan jumlah insiden yang dilaporkan di daerah tersebut meningkat menjadi 75 persen dibandingkan dengan 60 persen selama periode pelaporan sebelumnya. Itu termasuk toko (15 persen), transportasi umum (12 persen), pusat rekreasi dan taman (12 persen), serta sekolah dan universitas (11 persen).

Puncak gunung es

Penulis laporan tersebut, Derya Iner dari Pusat Studi Islam dan Peradaban Universitas Charles Sturt mengatakan kasus yang dianalisis hanyalah puncak gunung es. "Islamofobia, seperti kejahatan kebencian lainnya, secara konsisten tidak dilaporkan," kata laporan itu.

"Hambatan teknis untuk pelaporan termasuk akses terbatas ke alat pelaporan dan kurangnya kemahiran bahasa Inggris. Korban juga tidak melapor karena rasa malu yang terkait, persepsi bahwa insiden itu normal dan terlalu sering, dan pengalaman pelaporan kurang bermanfaat," tambahnya. 

Dia mengatakan kasus yang dilaporkan menunjukkan kebencian anti-Muslim melanggar hierarki sosial dan profesional. "Statistik pada 2018-2019 dari negara-negara Barat termasuk Australia sejalan dengan temuan laporan saat ini yang mengkonfirmasi Islamofobia adalah sebuah kontinum dan serangan tipe Christchurch adalah mata rantai terakhir dalam rantai kebencian anti-Muslim," tulisnya.

Dari 109 kasus online, termasuk kebencian verbal yang dibagikan melalui pesan pribadi, pernyataan politik, dan meme konten yang dibagikan di Facebook mencapai 86 persen. Insiden retorika kebencian online pasca-Christchurch yang berusaha mengasosiasikan Muslim dan Islam dengan terorisme berlipat ganda jika dibandingkan dengan insiden yang dilaporkan sebelum serangan. Laporan tersebut menyoroti mantan senator Fraser Anning, yang menyalahkan imigrasi Muslim segera setelah serangan Christchurch. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement