Selasa 15 Mar 2022 20:34 WIB

Satgas: Omicron BA.2 Sudah Terdeteksi di 19 Provinsi

Kasus Omicron BA.2 mengalami kenaikan sejak awal 2022.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan kasus subvarian Omicron BA.2 saat ini sudah terdeteksi di 19 provinsi di Indonesia. Karena itu, kasus sub varian Omicron ini telah menyebar di berbagai wilayah Indonesia.

"Saat ini varian ini telah terdeteksi di 19 provinsi di Indonesia," ujar Wiku dalam konferensi persnya secara virtual, Selasa (15/3).

 

Selain itu, Wiku menyebut berdasarkan Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) per 13 Maret lalu, kasus Omicron BA.2 mengalami kenaikan sejak awal 2022. Jumlah kenaikan ini terlihat dari hasil jumlah 8.302 sequence di Indonesia.

Baca Juga

"Berdasarkan data tanggal 13 maret lalu, sejak awal 2022 mulai terlihat kenaikan Omicron BA.2 dan jumlahnya telah mencapai 8.302 sequence di Indonesia," kata Wiku.

 

Wiku juga mengajak seluruh pihak untuk terus melakukan pencegahan terhadap penyebaran virus Covid-19. Hal ini demi menutup peluang masuknya mutasi virus baru maupun terbentuknya virus di dalam negeri.

 

Wiku mengingatkan, potensi mutasi virus akan semakin besar selama virus masih beredar dan penularan masih tinggi di masyarakat.

 

"Jadi penting untuk dipahami, bahwa selama virus masih beredar apalagi dalam tingkat penularan yang tinggi, potensi terjadinya mutasi virus akan semakin besar," katanya.

 

Wiku mengatakan, pencegahan dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan untuk melindungi diri sendiri dan orang lain. "Demi menghindari masuknya varian baru maupun pembentukan virus baru di dalam negeri, jangan sampai kita memberikan ruang bagi virus menular sama sekali di masa adaptasi ini, pencegahan penularan ini lebih banyak porsinya pada tanggung jawab setiap individu," ujar Wiku.

 

Wiku menyampaikan demikian menyusul munculnya varian baru GKA AY.4 BA.1 yang disebut terindikasi memiliki percampuran genetik antara varian Delta dan Omikron. Namun, hingga saat ini WHO belum menetapkan penamaan resmi varian ini.


Selain itu, sampai saat ini data terkait karakteristik varian tersebut masih sangat terbatas dan WHO serta para pakar masih dalam proses meneliti varian ini.
"Dampak varian ini terhadap indikator epidemiologi maupun tingkat keparahan gejala belum dapat dipastikan dan masih terus diteliti," ujar Wiku.

 

Ia melanjutkan, perubahan virus ini dapat terjadi melalui berbagai mekanisme salah satunya rekombinasi seperti yang terjadi pada varian tersebut.
"Rekombinasi virus bukan merupakan hal yang baru dan sudah banyak terjadi pada berbagai virus lainnya, untuk mencegahnya setiap orang wajib melindungi dirinya sendiri dan orang lain melalui disiplin protokol kesehatan 3M," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement