REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) merasa sangat terganggu dan kecewa atas adanya upaya untuk melegitimasi kepemimpinan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Hal ini disampaikan Washington ketika Assad untuk pertama kalinya sejak Perang Suriah 2011 mengunjungi negara Arab, Uni Emirat Arab (UEA).
"Kami sangat kecewa dan terganggu dengan upaya nyata untuk melegitimasi Bashar al-Assad ini," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price dalam sebuah pernyataan seperti dikutip laman Channel News Asia, Sabtu (19/3).
Perjalanan mengejutkan Assad terjadi pada Jumat (18/3) waktu setempat dalam kunjungan resmi pertamanya. Ini adalah tanda terbaru dari hubungan yang memanas antara Suriah dan UEA. Seperti diketahui UEA adalah sekutu utama AS yang juga menormalkan hubungan dengan Israel pada 2020.
Price mengatakan, Assad tetap bertanggung jawab atas kematian dan penderitaan warga Suriah yang tak terhitung jumlahnya, pemindahan lebih dari setengah populasi Suriah sebelum perang, dan penahanan sewenang-wenang dan penghilangan lebih dari 150 ribu pria, wanita dan anak-anak Suriah.
"Sebagai Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken telah menegaskan, kami tidak mendukung upaya untuk merehabilitasi Assad, dan kami tidak mendukung orang lain normalisasi hubungan," kata Price.
"Kami telah menjelaskan hal ini dengan mitra kami (dan) kami mendesak negara-negara yang mempertimbangkan keterlibatan dengan rezim Assad untuk mempertimbangkan dengan hati-hati kekejaman mengerikan yang dikunjungi oleh rezim," ujarnya menambahkan.
Perang Suriah telah menewaskan sekitar setengah juta orang, jutaan mengungsi dan menghancurkan infrastrukturnya. Sebuah komisi penyelidikan PBB bulan ini menyerukan peninjauan kembali penerapan dan dampak sanksi yang saat ini dikenakan terhadap Suriah mengingat kondisi kehidupan yang memburuk. Namun juru bicara Departemen Luar Negeri Price mengatakan pada Sabtu bahwa AS akan mempertahankan sanksi terhadap Suriah sampai ada kemajuan yang tidak dapat diubah menuju solusi politik.