REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono mengatakan, pihaknya menyikapi dengan serius maraknya pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal ke luar negeri, khususnya Malaysia. Yudo menyebut, salah satu upaya yang dilakukan TNI AL untuk mencegah hal tersebut adalah mengintensifkan pelaksanaan patroli.
Ia menyampaikan, upaya pencegahan itu telah dilakukan sejak awal diketahui ada indikasi meningkatnya kegiatan pengiriman PMI ilegal. “Untuk PMI, kita sudah mencegah. Jadi kejadian kemarin itu sebelum orangnya melaut, baru masuk di penampungan sudah kita tangkap. Itu adalah bentuk pencegahan agar dia enggak sampai berlayar ke laut," kata Yudo di Mabesal Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (23/3).
“Saya perintahkan, apabila ada informasi tentang PMI ilegal yang akan berangkat, tidak perlu menunggu berangkat sampai dengan di laut. Sebelum mereka berangkat, silakan tangkap, tentunya berkoordinasi dengan instansi terkait," tegas dia.
Yudo menuturkan, meski upaya-upaya pencegahan telah dilakukan sejak awal, masih ada beberapa pengiriman PMI ilegal yang lolos dari pantauan. Sebab, jelas dia, secara geografis, kondisi di Pantai Timur Sumatera, khususnya Tanjung Balai Asahan memang banyak sekali celah alur sungai yang dijadikan sebagai jalur tikus atau ilegal.
Oleh karena itu, sambung Yudo, jajaran TNI AL dikerahkan ke lokasi tersebut untuk melaksanakan patroli secara intensif. Disamping itu, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan aparat Polri setempat untuk mencegah terjadinya pengiriman PMI ilegal.
“Begitu kita tangkap, langsung kita serahkan pada Polri untuk disidik lebih lanjut. Namun demikian, pasti akan terjadi kucing-kucingan di sana karena mereka butuh kerja di Malaysia. Tapi kita tidak bosan-bosan untuk melaksanakan penegakan hukum untuk mencegah para PMI ilegal ini," tegas dia.
Di sisi lain, Yudo menjelaskan, secara Undang-Undang yang berlaku, TNI AL tidak memiliki kewenangan untuk menyidik tindak pidana PMI ilegal. "Tapi kita menyidik pada kapal pengangkut, jadi pelayarnya," kata dia.
Selain itu, dia mengungkapkan, dalam UU Pelayaran tidak ada kejahatan, tapi hanya pelanggaran. Sehingga sanksi pidananya berupa denda, bukan penyitaan kapal pengangkutnya.
"Sehingga nanti setelah masuk pengadilan, nahkodanya diputus (oleh hakim), kapalnya itu rata-rata dikembalikan ke pemilik," ungkapnya.
Yudo pun berharap agar ada aturan yang lebih tegas terhadap kapal pengangkut PMI ilegal. Sehingga dapat memberikan efek jera dan kasus serupa tidak terus berulang.
“Saya berharap ada Peraturan Pemerintah (PP) yang keras untuk bisa memberikan efek jera, kapal yang digunakan itu bisa kita rampas, seperti kapal ikan tanpa SIPI," tutur dia.
"Nanti secara bertahap akan kita ajukan mungkin untuk revisi UU Pelayaran itu," tambahnya menjelaskan.
Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Julius Widjojono membeberkan, dalam kurun waktu tiga bulan, sejak Januari 2022, TNI AL telah menggagalkan sebanyak 394 PMI ilegal dalam 10 kali pengiriman yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia.
Menurut Julius, TNI AL terus menunjukkan komitmen untuk menjaga wilayah Indonesia, termasuk dari pengiriman PMI ilegal. Apalagi, sambung dia, dengan adanya informasi dugaan keterlibatan oknum TNI AL yang dihembuskan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang belum ada kejelasannya. Hingga saat ini TNI AL masih menunggu hasil investigasi dari BP2MI.
V