REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) mendukung tempe untuk dijadikan warisan budaya tak benda United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dari Indonesia.
Sebagai makanan fermentasi tradisional Indonesia yang terbuat dari kacang kedelai, tempe merupakan makanan bergizi dan sumber protein nabati menyehatkan yang telah menjadi favorit masyarakat Indonesia sejak berabad-abad.
“Masyarakat Indonesia sudah mengenal dan memproduksi tempe secara turun-temurun, khususnya di kalangan masyarakat Jawa,” kata Ketua Umum DPP PERSAGI, Rudatin, dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (24/3/2022).
Ketua DPP PERSAGI bidang Ilmiah, Riset dan Inovasi, Dr. Marudut, menjelaskan lebih rinci perihal alasan tempe layak dijadikan warisan budaya tak benda buat UNESCO. Mengutip sejumlah literasi sejarah, kata dia, tempe dapat ditemukan dalam serat Sri Tanjung dari abad XII-XIII yang menuliskan kacang kedelai atau kedele sebagai bahan dasar utama pembuatan tempe.
Selanjutnya, di dalam Serat Centhini, yang ditulis oleh R. Ng. Ronggo Sutrasno pada masa pemerintahan Sultan Pakubuwono di tahun 1814, Marudut mengatakan, hidangan brambang jae santen tempe (makanan yang terbuat dari tempe, bawang merah, jahe dan santan) serta asem sambel lethokan (makanan yang terbuat dari bahan dasar tempe dengan fermentasi tingkat lanjut) disajikan oleh Pangeran Bayat yang menjamu Cebolang saat mampir ke dusun Tembayat di wilayah Klaten.
Selain catatan sejarah, Marudut juga menjelaskan tempe merupakan makanan yang memiliki kandungan zat gizi yang unggul untuk kesehatan manusia. Tempe mengandung protein bermutu tinggi, serat pangan, probiotik, isoflavon. Sejumlah data, kata dia, telah menunjukkan bahwa Indonesia telah menjadi negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia.
“Sebanyak 50 persen kedelai di Indonesia digunakan untuk memproduksi tempe, 40% untuk produksi tahu, dan 10 persen sisanya digunakan untuk produksi produk kedelai lain seperti tauco, kecap, dan sebagainya. Tempe tidak hanya dikonsumsi sebagai lauk pendamping nasi, namun telah diolah dan diproses menjadi aneka sajian, seperti keripik tempe, cokelat tempe, nuget tempe, dan sebagainya,” tuturnya.
Di dalam tempe itu, kata Marudut, terkandung senyawa isoflavon, mengandung probiotik karena fermentasi, dan tinggi protein. Sebagai sumber protein, jelasnya lagi, protein pada tempe mudah dicerna dan dapat membantu penurunan obesitas ketika dikonsumsi dominan dalam diet tinggi protein.
Tempe dapat disebut sebagai sinbiotik (makanan yang mengandung probiotik dan prebiotik) yang baik untuk kesehatan pencernaan karena membantu menjaga keseimbangan mikrobiota usus sehingga berdampak ke kesehatan sistem kekebalan tubuh, saraf dan mengurangi peradangan. Prebiotik tempe, juga berperan dalam pembentukan asam lemak rantai pendek pada usus besar,” tuturnya.
Sementara itu Dr. Minarto, MPS sebagai Ketua Kolegium Ilmu Gizi Indonesia (KIGI), memaparkan bahwa tempe termasuk diet berkelanjutan, yaitu diet dengan dampak lingkungan rendah yang berkontribusi terhadap ketahanan pangan dan gizi serta kehidupan sehat untuk generasi sekarang dan masa depan.
Diet berkelanjutan yang bersifat protektif ini, kata Minarto, sangat menghormati keanekaragaman hayati dan ekosistem. Artinya, tempe ini dapat diterima secara budaya, dapat diakses, adil secara ekonomi dan terjangkau serta memiliki zat gizi yang memadai, aman dan sehat.
“Jadi berdasarkan keunggulan-keunggulan tempe sebagai bahan makanan bergizi, maka PERSAGI mendukung tempe untuk maju sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO dari Indonesia,” tegasnya.