REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (Deplu AS) Jalina Porter mengatakan, China dan Rusia harus tegas kepada Korea Utara (Korut) untuk memintanya menghindari lebih banyak provokasi. Hal ini ditegaskan seusai Kim Jong-un memerintahkan melanjutkan uji coba rudal balistik antarbenua pekan ini.
"China dan Rusia harus mengirim pesan yang kuat ke (Korea Utara) untuk menahan diri dari provokasi tambahan," kata Porter pada jumpa pers reguler menjelang pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk membahas peluncuran itu pada Jumat malam.
Korut mengatakan telah meluncurkan ICBM baru terbesarnya. Ini adalah sebuah tes yang menurut pemimpinnya Kim Jong-un dirancang untuk menunjukkan kekuatan kekuatan nuklirnya dan mencegah setiap gerakan militer AS. Uji coba kali ini adalah uji coba ICBM penuh pertama negara bersenjata nuklir itu sejak 2017.
Mengacu pada Korut dengan inisial nama resminya, Porter menyebut peluncuran itu sebagai pelanggaran "kurang ajar" terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB. "Kami mendesak semua negara untuk meminta pertanggungjawaban DPRK atas pelanggaran tersebut dan kami juga meminta DPRK untuk datang ke meja perundingan serius," katanya.
Dia mengatakan dia tidak dapat mengomentari posisi yang mungkin diambil China dan Rusia di Dewan Keamanan. "Kami sedang dalam tahap awal konsultasi tentang masalah ini. Ada perkembangan yang harus menjadi perhatian semua negara, terutama yang berbatasan dengan DPRK. Keputusan DPRK untuk kembali ke tes ICBM adalah eskalasi yang jelas," tuturnya.
Peluncuran ICBM terakhir Korut pada 2017 mendorong sanksi Dewan Keamanan PBB. Namun AS dan sekutunya berselisih dengan Rusia dan China atas perang Ukraina, dan membuat tanggapan seperti itu lebih sulit.