REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Perdana Menteri Palestina, Mohammad Shtayyeh mengkritik pertemuan baru-baru ini antara bebeberapa negara Arab dan Israel. Menurutnya, pertemuan semacam itu, jika tak mengakhiri pendudukan Israel, hanyalah ilusi.
“Kami mengikuti dengan prihatin gerakan Israel di kawasan. Pertemuan normalisasi Arab tanpa mengakhiri pendudukan Israel atas Palestina hanyalah ilusi, fatamorgana, dan hadiah gratis untuk Israel,” kata Shtayyeh pada Senin (28/3/2022), dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.
Shtayyeh mengungkapkan, Israel telah mengabaikan penderitaan rakyat Palestina. Saat ini separuh populasi Palestina berada di bawah pendudukan, sementara separuh lainnya tinggal di kamp-kamp pengungsi, di pengasingan, dan diaspora.
“Terlepas dari upaya Israel untuk mengabaikan hak-hak kami, memperluas pemukiman kolonialnya, mendirikan pos pemeriksaan, membunuh dan menangkap kami, serta menghancurkan setiap peluang perdamaian dengan kami, kami tidak pernah lebih bertekad untuk menghadapi mesin Israel ini yang menghancurkan tanah dan rakyat kami,” ucapnya.
“Mereka yang tidak ingin melihat kebenaran tahu bahwa kami akan tetap setia pada tanah kami, kesucian kami, bangsa Arab, sejarah kami, masa kini bangsa kami, dan kebebasan orang-orang heroik kami, yang bertekad untuk menggagalkan semua skema yang bertujuan merusak hak kita untuk kemerdekaan, kedaulatan dan kebebasan,” kata Shtayyeh.
Pada 27-28 Maret lalu, Israel menggelar KTT Negev. Pertemuan itu turut dihadiri menteri luar negeri Mesir, Maroko, Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), dan Amerika Serikat (AS).
“Ini adalah hari yang sangat meriah. Kami menjadi tuan rumah KTT Negev di Israel. Dunia Arab semakin memahami bahwa Israel selalu berada di pihak perdamaian dan kerja sama," ujar Perdana Menteri Israel Naftali Bennett pada Ahad lalu.
Salah satu fokus isu yang dibahas dalam KTT Negev adalah tentang ancaman Iran. Pada Januari lalu, Presiden Israel Isaac Herzog menyampaikan harapannya bahwa akan semakin banyak negara yang melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Hal itu disampaikan di sela-sela kunungan resmi perdananya ke UEA.
“Saya berharap dan saya percaya bahwa semakin banyak negara akan segera mengikuti jejak UEA dan bergabung dalam Abraham Accords,” kata Herzog saat menghadiri Dubai’s Expo 2020 pada 31 Januari lalu.
Abraham Accords yang disinggung Herzog dalam pernyataannya adalah kesepakatan perdamaian yang dicapai Israel dengan UEA dan Bahrain pada September 2020. Sudan dan Maroko pun sudah masuk dalam kesepakatan tersebut.
Sepekan sebelum pernyataan Herzog, Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid mengungkapkan, saat ini negaranya tengah membidik normalisasi hubungan dengan Arab Saudi dan Indonesia. Kendati demikian, dia tak memungkiri, untuk mewujudkan hal itu diperlukan waktu yang tak singkat.
“Jika Anda bertanya kepada saya negara-negara penting mana yang sedang kita lihat, Indonesia adalah salah satunya, Arab Saudi tentu saja. Tapi hal-hal ini membutuhkan waktu,” ucapnya saat berbicara di Army Radio Israel pada 25 Januari lalu.
Dia menyebut, ada negara-negara kecil yang bisa melakukan normalisasi hubungan dengan Israel dalam dua tahun mendatang. Namun Lapid tak mengungkap nama negara-negara tersebut.