REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR memandang bahwa Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika memang sudah saatnya untuk direvisi. Karena, undang-undang yang ada sekarang belum mengatur banyak hal terkait perkembangan narkotika saat ini.
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari memandang, revisi UU Narkotika menjadi momentum bagi pemerintah dan DPR untuk melihat permasalahan narkotika tak hanya dari pendekatan hukum, tetapi juga mempertimbangkan aspek kesehatan dan keadilan. "Permasalahan narkotika tidak hanya dengan pendekatan hukum, tetapi juga kesehatan dan terbuka pada upaya dekriminalisasi pengguna narkotika, dan mendorong tata kelola peredaran narkotika yang efektif, terukur, dan strategis demi kemaslahatan bangsa," ujar Taufik dalam rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Kamis (31/3/2022).
Ia menjelaskan, permasalahan narkotika menjadi permasalahan yang melahirkan masalah lain. Salah satunya adalah kapasitas berlebih yang terjadi di banyak lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan).
Saat ini, 70 persen kapasitas lapas dan rutan diisi oleh narapidana kasus narkotika. Di samping itu, narkotika menjadi persoalan sosial terbesar ketiga setelah pencurian dan minuman keras (miras).
"Kompleksitas permasalahan telah menambah urgensi kita untuk melihat masalah narkotika untuk lebih komprehensif, multidimensional, dan strategis untuk lebih tegas dalam mendorong pemberantasan pengedaran narkotika. Serta melihat persoalan narkotika melalui kacamata baru, demi melindungi masyarakat dari jerat kejahatan narkotika," ujar Taufik.
Anggota Komisi III Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan menilai bahwa Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika belum mampu menyelesaikan dinamika dan perkembangan narkotika. Undang-undang tersebut juga belum mampu memberikan kepastian hukum dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana narkotika di Indonesia.
"Perubahan terhadap UU 35/2009 sebagai dasar hukum pengaturan tentang narkotika yang telah berlaku selama 13 tahun berjalan penting dilakukan guna menciptakan peraturan yang lebih komprehensif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan narkotika," ujar Hinca.
Ia menjelaskan, UU Narkotika yang berlaku saat ini masih memiliki berbagai celah yang dapat menimbulkan permasalahan di antaranya belum memberikan konsepsi yang jelas terhadap pecandu, penyalahguna, dan korban narkotika. "UU Narkotika saat ini juga belum berorientasi pada pendekatan kesehatan, serta belum menerapkan keadilan restoratif guna memulihkan hak kesehatan pecandu, penyalahguna, dan korban," ujar Hinca.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly memberikan daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Revisi UU Narkotika yang baru akan memberikan konsep yang jelas tentang pecandu narkotika, penyalahguna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika.
Ia menjelaskan, dalam UU Narkotika yang ada saat ini memberikan ketidakadilan perlakuan terhadap pecandu narkotika, penyalahguna narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, dan bandar. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan pemerintah merevisi undang-undang tersebut.
"Seharusnya, penanganan terhadap pecandu narkotika, penyalahguna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika difokuskan pada upaya rehabilitasi melalui mekanisme asesmen yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan," ujar Yasonna.