REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdapat beberapa orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa karena kondisi pada dirinya. Sebagai contoh yakni wanita hamil dan menyusui yang merasa berat ketika berpuasa.
Dikutip dari buku Catatan Faedah Fikih Puasa dan Zakat Kitab Safinatun Naja oleh Muhammad Abduh Tuasikal,
Wanita hamil dan menyusui disamakan dengan orang sakit, ia boleh tidak berpuasa (jika berat). Lalu sebagai pengganti puasanya dirinci jadi dua:
1. Jika wanita hamil dan menyusui khawatir pada bayinya, maka kewajibannya qadha’ dan fidyah.
2. Jika wanita hamil dan menyusui khawatir pada dirinya, maka kewajibannya qadha’ saja.
Dalil yang menunjukkan keringanan puasa bagi keduanya adalah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن الله تبارك وتعالى وضع عن المسافر الصوم وشطر الصلاة، وعن الحبلى والمرضع
“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala memberi keringanan bagi musafir untuk tidak berpuasa dan memberi keringanan separuh shalat (shalat empat rakaat menjadi tiga rakaat), juga memberi keringanan tidak puasa bagi wanita hamil dan menyusui.” (HR. Ahmad, 5:29; Ibnu Majah, no. 1667; Tirmidzi, no. 715; An-Nasa’i, no. 2277. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lainnya).
Sementara dalil yang menunjukkan kewajiban membayar fidyah adalah hadits berikut.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata mengenai ayat, “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin”, itu adalah keringanan bagi pria dan wanita yang sudah sepuh yang berat untuk puasa, maka keduanya boleh berbuka dan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang tidak berpuasa. Sedangkan wanita hamil dan menyusui jika khawatir pada anaknya, maka keduanya boleh tidak berpuasa dan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari tidak berpuasa. (HR. Abu Daud, no. 2318 dan Al-Baihaqi, 4:230)