REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan menanggapi sanksi yang diberikan kepada Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Budi Santosa Purwokartiko atas pernyataannya yang diduga mengandung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Akibatnya, pemerintah memberhentikan sementara Budi sebagai reviewer Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Amirsyah mengatakan pertama harus mengapresiasi langkah yang telah diambil oleh pemerintah.
“Kita mengapresiasi sikap tegas pemerintah mengambil tindakan terhadap Budi Santosa karena pernyataannya memang menimbulkan keresehan di masyarakat,” kata Amirsyah kepada Republika, Ahad (8/5/2022).
Dia menjelaskan sebagai pejabat publik, seharusnya Budi tidak melontakan pernyataan rasial perempuan berjilbab dengan sebutan manusia gurun. “LPDP itu dana dari rakyat. Jadi, rakyat yang cerdas yang mempunyai kualitas, mempunyai hak yang sama untuk memperoleh fasilitas itu. Pernyataan manusia gurun itu memang bagi saya menyakiti hati rakyat,” ujar dia.
Amirsyah meminta agar ke depannya, pejabat publik lebih berhati-hati dalam membuat pernyataan, khususnya di media sosial. “Pejabat publik itu dibiayai oleh rakyat untuk kepentingan rakyat, mencerdaskan bangsa. Jadi, jangan seorang pejabat publik membuat pernyataan yang menimbulkan keresahan,” ucap dia.
Terkait dengan jenis sanksi yang diterima Budi, Amirsyah menyebut Budi pantas diberhentikan dari rektor jika sejauh ini belum minta maaf. “Dia (Budi) sudah minta maaf? Kalau sejauh ini belum menyatakan permohonan maaf, sepantasnya dia diberhentikan dari rektor,” tambahnya.