REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Dicky Pelupessy menilai aspek psikologis dan kepribadian pasangan akan sangat memengaruhi pilihan masyarakat di Pilpres 2024 nanti. Oleh karena itu, Dicky mengatakan, masyarakat membutuhkan pemimpin yang memiliki prestasi yang diharapkan mampu merealisasikan janji politiknya saat terpilih. Melalui modal prestasi tersebut, kata Dicky, masyarakat percaya figur tersebut bisa membawa kemajuan Indonesia dari sisi ekonomi dan sosial.
"Masyarakat membutuhkan pemimpin yang tak sekadar memiliki motif berkuasa, tetapi memiliki prestasi yang dapat membawa Indonesia menjadi bangsa pemenang dan membangun ekonomi yang kuat. Pemimpin yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah yang mampu meninggalkan kepentingan pribadi dan golongannya," ujar Dicky, Selasa (10/5/2022).
Dicky pun mengemukakan pandangan soal gagasan pasangan Prabowo Subianto dan Puan Maharani. "Sosok Prabowo yang sangat kuat di politik harus diimbangi dengan sosok yang memiliki prestasi," ucap Dicky.
Dicky menilai hal ini berbeda dengan pasangan Ganjar Pranowo dan Erick Thohir yang disebut memiliki kemampuan untuk saling melengkapi. Ganjar merupakan seorang politikus tulen yang membangun karier politiknya dari bawah hingga bisa meraih jabatan sebagai Gubernur Jawa Tengah. Sementara Erick memulai kariernya dari pengusaha dan berhasil mengubah wajah BUMN dengan peningkatan kinerja yang signifikan.
"Ganjar-Erick merupakan kombinasi yang lebih lengkap dan dapat saling melengkapi. Dua tokoh ini punya latar belakang yang berbeda yang bisa mencerminkan politik murni dan pengusaha yang masuk ke dunia politik," lanjut Dicky.
Sementara itu, sambung Dicky, Prabowo-Puan justru sama-sama memiliki modal politik yang kuat dan rentan untuk mampu saling melengkapi. "Sementara pasangan Ganjar-Erick minim kapital politik. Namun pasangan ini memiliki prestasi. Tidak sekadar memiliki kapital politik," ungkap Dicky.
Kendati begitu, Dicky melihat pasangan capres-cawapres saat ini masih sangat dinamis dan masih terbuka untuk berubah. Dicky menyebut salah satu variabel utama ialah kerja mesin parpol dalam mengusung calon pasangan dengan mengandalkan aspek elektabilitas.
"Masih ada waktu dua tahun untuk menaikan elektabilitas. Buat apa memiliki pasangan yang kuat di atas kertas, namun mesin pemenangannya tak optimal. Partai juga ingin menang dalam pileg dan pilpres," kata Dicky.
Sebelumnya, dikutip dari Antara, sejumlah lembaga survei menunjukkan elektabilitas Erick Thohir terus melesat. Seperti yang diumumkan oleh Indikator Politik Indonesia yang merilis hasil survei terkait popularitas calon presiden (capres). Dalam survei tersebut, elektabilitas Erick Thohir melesat pesat dari bulan Februari 2022 yang hanya 1,3 persen menjadi 2,4 persen pada bulan April 2022.