REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), M Djadijono, menilai proyek pengadaan gorden rumah dinas anggota DPR senilai Rp 48,7 Triliun jadi isu kontroversial di masa sidang IV.
Menurut dia besarnya anggaran tersebut berbanding terbalik dengan urgensi, sebab sebagian diantaranya tak dihuni sendiri oleh anggota DPR. Apalagi situasi perekonomian bangsa saat ini masih lesu pasca pandemi Covid-19.
"Menghamburkan anggaran hanya untuk mempersolek kediaman anggota merupakan keputusan yang tidak peka dari lembaga yang berisi wakil rakyat kita," kata Djadijono dalam konferensi pers secara daring Kamis (12/5).
Meski penolakan publik besar, namun hal tersebut sama sekali tak menyurutkan semangat Sekjen DPR untuk memulai tahapan tender. Dari 49 perusahaan yang mendaftar
pada awal pelaksanaan tender, hanya tersisa tiga perusahaan yang mengajukan penawaran harga.
"Dari tiga perusahaan tersebut satu persatu tumbang pada masing-masing tahap hingga berkhir dengan kemenangan yang diraih oleh PT Bertiga Mitra Solusi," ucapnya.
Ia mengatakan rangkaian proses dan tahapan tender sejak pendaftaran hingga seleksi akhir seolah-olah hanya pengantar untuk kemenangan PT Bertiga Mitra Solusi. Terbatasnya peserta yang bersaing memperebutkan proyek pengadaan gorden membuat PT Bertiga Mitra Solusi terpilih jadi pemenang.
"Padahal dua perusahaan pesaing yang sempat mengajukan penawaran jelas-jelas menunjukkan peluang harga proyek yang lebih rendah. Penawaran yang lebih rendah tentu akan selalu dipilih pada setiap tender yang dilakukan, apalagi dengan tawaran kualitas hasil yang setara," terangnya.
Selain itu, keraguan atas kualitas proses tender semakin menguat lantaran perusahaan yang memenangi tender diketahui merupakan perusahaan yang memiliki kualifikasi di bidang IT dan kontraktor. Formappi mencurigai pengadaan gorden tersebut hanya formalitas.
"Pemenang tender sesungguhnya sudah ditentukan sebelum tender terlaksana. Dengan kata lain peluang terjadinya kongkalikong untuk mencari keuntungan dari anggaran pengadaan gorden bisa saja dijelaskan melalui sejumlah kejanggalan sepanjang tahapan tender yang digawangi Kesekjenan DPR," ungkapnya.
Menurutnya proses pelaksanaannya yang janggal seharusnya mendorong DPR secara kelembagaan bersikap. Sayangnya sikap jelas yang ditunggu dari anggota DPR tak pernah muncul secara tegas.
"Oleh karena itu penilaian bahwa DPR tak sensitif dan boros tak ada salahnya," tuturnya.