Ahad 15 May 2022 11:04 WIB

Soal Koalisi Tiga Partai, LGP: Hanya Bargain agar Mereka Tak Disingkirkan dari Kabinet

LGP menilai turbulensi politik akan rentan terjadi jelang Pemilu 2024

Ketua Dewan Pembina Laskar Ganjar-Puan, Mochtar Mohamad (tengah) menilai koalisi tiga partai yaitu Golkar, PPP, dan PPP hanyalah pepesan kosong.
Foto: Dok Istimewa
Ketua Dewan Pembina Laskar Ganjar-Puan, Mochtar Mohamad (tengah) menilai koalisi tiga partai yaitu Golkar, PPP, dan PPP hanyalah pepesan kosong.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Koalisi Tiga Partai Golkar, PPP, dan PAN yang dinamai dengan Koalisi Indonesia Bersatu dinilai banyak pihak bukanlah Koalisi soal Pilpres 2024. Sebaliknya, Koalisi tersebut dicurigai hanya alat bargaining politik di tengah menguatnya isu reshuffle kabinet pemerintahan Jokowi. 

"Pertemuan ketum tiga partai sengaja diekspose agar ada kesan sebagai langkah awal Koalisi 2024. Padahal patut kita curigai, bukan itu tujuan terbentuknya Koalisi ini," ujar Ketua Dewan Pembina Laskar Ganjar-Puan, Mochtar Mohamad, dalam saat menghadiri Halal Bi Halal Idul Fitri 1443 H, Sabtu (14/5/2022). 

Baca Juga

Hadir dalam kegiatan yang digelar Dewan Pimpinan Cabang Laskar Ganjar-Puan (DPC LGP) Kabupaten Indramayu tersebut, Ketua Dewan Pembina Laskar Ganjar-Puan, H Mochtar Mohamad, Ketua Umum, Sekretaris Jenderal DPP LGP, jajaran Pengurus DPP LGP, DPD LGP Jabar, dan DPC LGP Indramayu.  

Dia menduga bahwa, koalisi ini lebih cenderung memburu jabatan pada saat Jokowi jadi melakukan reshuffle kabinet "Bisa jadi nanti formasi baru reshuffle kabinet ada penambahan nama dari koalisi tersebut," kata dia dalam keterangannya, Ahad (15/5/2022). 

Kecurigaan Mochtar bukan tanpa dasar, sebab tiga Partai tersebut tidak punya jagoan mumpuni untuk ditandingkan pada Pilpres.2024. 

Dari hasil survei terakhir yang dirilis Charta Politika misalnya, elektabilitas ketiga Ketua Umum Partai Koalisi Indonesia Bersatu rata-rata di bawah 1 persen. 

Dengan fakta tersebut, Mochtar berkeyakinan bahwa, koalisi tiga partai bukanlah Koalisi yang dipersiapkan untuk Pilpres 2024. 

Bahkan dia tidak tanggung-tanggung memprediksi kalau koalisi tersebut hanya akan bertahan seumur jagung bila tidak ada kandidat capres dari ketiga partai tersebut yang memiliki magnit atau perekat koalisi. "Koalisi semacam ini berpeluang tidak tahan lama dan bisa bubar di tengah jalan," kata dia.

Yang lebih riskan, Koalisi ini bisa saja tidak lolos mana kalau dibawa ke mekanisme partai masing-masing lantaran berpotensi memberikan dampak negatif pada parliamentary threshold partai bersangkutan. 

Bahkan Ketua-Ketua Umum masing-masing Partai berpotensi dilengserkan sebelum pemilu, jika langkah-langkah yang mereka ambil membahayakan Partai. 

"Risikonya masing-masing ketua umum partai yang berkoalisi bisa dilengserkan sebelum Pilpres 2024, karena bisa merugikan perolehan suara Partai," kata dia. 

Selain itu, dia juga menyinggung bahwa, koalisi tiga partai semata-mata gerbong kosong, sebab para pemilihnya cenderung memilih nama lain di luar partainya. Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan misalnya, jadi salah figur digemari pemilih tiga partai tersebut. 

Survei Charta Politika menyebut, 26,8 persen pemilih Golkar, 16,7 persen pemilih PAN, dan 12 persen pemilih PPP memilih Ganjar Pranowo. 

Sementara 24,1 pesen pemilih Golkar, 38,9 persen pemilih PAN, 24,0 persen pemilih PPP memilih menjatuhkan pilihan politiknya ke Anies Baswedan. 

"Kalau melihat data survei Charta Politika 10-17 April 2022, preferensi pemilih Tiga Partai ini tergerus oleh dua kandidat capres Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan," kata dia.  

Kembali soal koalisi tiga partai, bisa saja lahir atas sepengetahuan Jokowi. Apalagi Koalisi ini lahir dari Koalisi besar Pemerintah. Jika itu yang terjadi, maka bisa saja hal ini dimainkan oleh satu anggota Kabinet Jokowi. 

Namun jika tidak diketahui, maka pantas bagi Jokowi me-reshuffle para pembantunya dalam hal ini menteri yang kinerjanya kurang memuaskan. "Pantas mereka di-reshuffle, karena persoalan ekonomi bangsa tahun ini  merupakan terparah sepanjang kepemimpinan Jokowi," kata dia. 

Dia menambahkan, seharusnya Kabinet Jokowi fokus mengatasi masalah ekonomi. Mengacu pada data survei, ada tiga persoalan besar yang harus diatasi diantaranya, masalah kenaikan harga bahan bahan pokok sampai 47,6 persen, kemiskinan 22,1 persen, pengangguran 11,1  persen. "Sedangkan yang merasakan kenaikan harga bahan bahan Pokok 97 persen," ujarnya.  

Data ini menjadi peringatan kepada Kabinet Jokowi hati-hati menghadapi turbelensi Politik kalau tidak fokus mengatasinya," kata dia.  

Munculnya koalisi tiga partai yang lahir dari Koalisi besar pemerintah, juga menunjukan kesan tidak solid dalam tubuh pemerintahan Jokowi dan ini merugikan Pemerintah (koalisi dalam koalisi). "Kesan lain yang muncul kalau tiga partai yang telah membentuk koalisi tersebut tidak pede menghadapi Pileg dan Pilpres," kata dia.     

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement