VIVA – Persidangan kasus mafia tanah dengan korban keluarga dari artis Nirina Zubir digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa 17 Mei 2022. Persidangan tersebut beragendakan keluaran pendapat saksi dari pihak keluarga Nirina Zubir.
Salah satu saksi Fadhlan Karim, kakak Nirina Zubir, menjelaskan di hadapan majelis hakim bahasa Riri Khasmita merupakan pembantu rumah tangga yang sudah bekerja lama kepada ibunda Nirina Zubir. Dia sudah mendapatkan kepercayaan dari sang majikan Cut Indria Martini.
Majikannya pun kemudian menyuruh Riri untuk mengurus sertifikat tanah miliknya. Berangkat dari situ, pelaku kemudian menyembunyikan enam sertifikat tanah tersebut dan bekerja sama dengan suami pelaku dan tiga orang pelaku lainnya yang berasal dari notaris PPAT.
Fadlan Karim mengatakan, saat itu semua surat atas nama ibunya, hilang tanpa di ketahui.
"Semua hilang. Ada rumah, tanah bangunan, juga tanah kosong. (SHM) ada yang atas nama saya, ada yang atas nama adik saya, ada yang atas nama ibu saya sendiri," ujarnya.
Pelaku melakukan rencana menghilangkan enam SHM tersebut sudah sejak lama dan merekrut empat orang lainnya yang salah satunya adalah suami pelaku yang juga bekerja kepada ibu Nirina Zubir.
Fadlan mengatakan, ibunya tidak memberitahukan hal tersebut kepada anak-anaknya, dan tetap mempercayakan pengurusan surat sertifikat tanah kepada Riri Khasmita
"Setelah kami telusuri. Ibu nanya ke Riri. Akhirnya dia akui dia ambil, tapi dia ngarang cerita ke ibu saya kalau surat itu hilang. Akhirnya sampai ibu meninggal, dia tahunya surat itu hilang," ujarnya.
Ditelusuri juga oleh pihak keluarga Nirina Zubir, enam surat kepemilikan tanah tersebut juga sudah dibaliknamakan oleh Riri dengan bantuan tiga orang dari pihak notaris, mereka bergerak diam-diam agar keluarga dari pihak majikan tidak mengetahui hal itu.
"Dari enam sertifikat yang hilang, empat digadaikan. Nah dua itu dijual," ujarnya.
Fadlan menjelaskan di depan majelis hakim dengan panjang lebar bagaimana proses dia mencium ada yang tidak beres dari Riri. Dia bahkan sampai pulang ke Indonesia untuk bertemu Riri dan menanyakan keberadaan surat tanah.
"Empat (SHM) sudah diagunkan, dua sudah dijual. Kemudian saya ke BPN Jakbar ternyata namanya sudah berubah. Ini saya cek yang atas nama saya. Karena saya sudah pegang itu saya konfrontir. Akhirnya saya dengan ahli waris dan Ketua RW setempat menemui Riri, di situ Riri akui," ujarnya.
Pasangan Riri dan suaminya bekerja sama dengan tiga orang notaris yang bernama Faridah, Ina, dan Erwin selaku PPAT. Kerugian keluarga korban akibat ulah pelaku mencapai Rp12 miliar, yang kemudian dipakai para pelaku untuk dibagi-bagi dan dikirimkan ke sejumlah rekening, selain pencurian, pelaku juga melakukan pencucian uang.
Jaksa Penuntut Umum kemudian mengatakan, para tersangka dijerat dengan Pasal 264 ayat (1) dan ayat (2) KUHP juncto Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP juncto Pasal 362 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP serta Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU TPPU).