REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan terhadap enam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN), Selasa (31/5/2022). MK memutus keenam perkara tersebut, termasuk yang dimohonkan Busyro Muqoddas dkk, tak dapat diterima.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Hakim Konstitusi Aswanto yang bertindak sebagai ketua menggantikan Ketua MK Anwar Usman. Sidang pengucapan putusan hari ini dibacakan oleh delapan hakim konstitusi, tanpa Anwar Usman.
Keenam permohonan tersebut antara lain perkara nomor 39/PUU-XX/2022, 40/PUU-XX/2022, 47/PUU-XX/2022, 48/PUU-XX/2022, 53/PUU-XX/2022, serta 54/PUU-XX/2022. Perkara nomor 54/PUU-XX/2022 diajukan Muhammad Busyro Muqoddas, Trisno Raharjo, Yati Dahlia, Dwi Putri Cahyawati, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) diwakili Sekretaris Jenderal Rukka Sombolinggi, serta Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesi (Walhi) diwakili Ketua Pengurus Zenzi Suhadi dan Sekretaris M Ishlah.
Busyro dkk mengajukan permohonan uji formil UU IKN. Namun, perkara nomor 54/PUU-XX/2022 ini dinilai tidak memenuhi syarat formil pengajuan permohonan di MK.
MK menyatakan, pengajuan uji formil oleh Busyro dkk sudah melewati tenggang waktu 45 hari, sedangkan pemohon mengajukan permohonan pada hari ke-46. Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mengatakan, 46 hari dihitung sejak UU IKN diundangkan pada 15 Februari 2022 sampai para pemohon mengajukan permohonan pengujian formil UU IKN ke MK pada 1 April 2022 dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) pada 7 April 2022.
"Menimbang bahwa oleh karena permohonan pengujian formil para pemohon diajukan melewati tenggang waktu pengajuan permohonan, maka kedudukan hukum dan pokok permohonan pengujian formil para pemohon, serta hal-hal lainnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut," kata Manahan.
Hal serupa juga terjadi pada perkara nomor 53/PUU-XX/2022 yang diajukan seorang guru bernama Anah Mardianah. Mahkamah berkesimpulan permohonan pemohon ini diajukan melewati tenggang waktu pengajuan.
Sementara empat perkara lainnya diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan. Namun, MK menilai permohonan pemohon tidak jelas (kabur) sehingga tidak mempertimbangkan lebih lanjut mengenai kedudukan hukum dan pokok permohonan pemohon.