Selasa 07 Jun 2022 16:19 WIB

Mantan Ketum PBNU: Yang Masih Permasalahkan Pancasila, Silakan Pindah ke Afghanistan

Said Aqil meminta aparat menindak tegas khilafatul muslimin.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Agus raharjo
Mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pengarah BPIP dan mantan ketum PBNU, Said Aqil Siradj meminta pemerintah dan aparat penegak hukum menindak tegas kegiatan Khilafatul Muslimin yang diduga bertentangan dengan Pancasila. Ia mengatakan, pemerintah seharusnya tak boleh mentolerir sedikit pun kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila.

“Saya memohon kepada pemerintah atau ya aparat lah ya harus bertindak tegas. Tidak boleh mentolerir sedikit pun,” kata Said Aqil di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (7/6/2022).

Baca Juga

Menurut dia, meskipun organisasinya sudah dilarang dan dibubarkan pemerintah, namun ideologinya yang masih ada harus diwaspadai. Said Aqil pun menegaskan agar pihak-pihak yang masih mempermasalahkan Pancasila untuk pindah ke negara lain, seperti Afghanistan.

“Yang masih mempermasalahkan Pancasila, silakan pindah ke Afghanistan. Jangan di sini,” ujarnya.

Said Aqil juga menambahkan, selama ini Nahdlatul Ulama (NU) pun selalu menentang kegiatan Khilafatul Muslimin, HTI, maupun FPI. “Selama ini dari NU selalu diminta atau nggak diminta, ada perintah atau nggak ada perintah, kita selalu menentang khilafatul muslimin, HTI, FPI pun saya tentang waktu itu. Jadi bukan karena saya di BPIP, semenjak sebelum saya di BPIP pun sudah. Apalagi kalau juga atas nama BPIP, jelas,” ujarnya.

Sebelumnya, jajaran Polda Metro Jaya telah menangkap pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja di Lampung. Penyidik mengaku segera melakukan pemeriksaan intensif kepada petinggi organisasi Islam itu.

“Jadi tersangka yang kami amankan dalam kegiatan kali ini atas nama Abdul Qadir Hasan Braja yang merupakan eks napi terorisme dan mantan narapida kasus terorisme dua kali ditahan tiga tahun dan 13 tahun,” ujar Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi, Selasa (7/6/2022).

Hengki mengatakan, kegiatan Khilafatul Muslimin diduga bertentangan dengan Pancasila. Penangkapan ini merupakan rangkaian dari pada penyidikan terhadap tindak pidana organisasi masyarakat yang menganut, mengembangkan, menyebarkan ajaran ataupun paham yang bertentangan dengan pancasila.

“Serta penyebaran berita bohong sehingga dapat menimbulkan keonaran atau kegaduhan di masyarakat. Baik masyarakat secara umum dan juga dikalangan umat muslim itu sendiri,” ujar Hengki.

Menurut Hengki, dalam hasil penyelidikan, ditemukan ada hal kontradiktif dari apa yang disampaikan pimpinan ormas Khilafathul Muslimin. Baik petinggi yang saat ini ditangkap maupun petinggi di wilayah lainnya yang menyatakan bahwa mereka tidak bertentangan dengan Pancasila.

Namun setelah dianalisis, pihaknya menemukan peristiwa pidana, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh ormas ini bertentangan dengan Pancasila.

“Sebagai contoh mereka memiliki website kemudian didalamnya ada Youtube ada video ceramah mereka. Kemudian ada buletin-buletin yang setiap bulan diterbitkan ada penerbitnya di Sukabumi, juga selebaran-selebaran yang sudah kami analisis dengan keterangan ahli,” ujar dia.

Ia menambahkan, keterangan ahli tersebut berasal dari ahli agama Islam dalam hal ini literasi Islam dan idelogi Islam, dari kemenkumham, ahli pidana dan sebagainya. Selanjutnya, dinyatakan bahwa ini delik atau perbuatan melawan hukum terhadap UU Ormas dan juga UU Nomor 1, tahun 46 yang dapat menimbulkan keonaran.

“Kami tekanan pertama apa adalah yang disampaikan oleh mereka selama ini bahwa mereka mendukung NKRI dan Pancasila pada faktanya sangat bertentangan. Penindakan kami tidak semata mata pada orangnya saja tetapi juga organisasi ini,” tegas Hengki.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement