REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Antara
Polda Metro Jaya menyebut kelompok Khilafatul Muslimin pimpinan Abdul Qadir Hasan Baraja berbahaya karena berupaya mengubah ideologi Pancasila. Di samping itu, Khilafatul Muslimin juga memiliki dana operasional yang cukup besar.
"Uang operasionalnya cukup besar. Ini pertanyaan besar yang harus kita jawab jadi proses penyelidikannya lanjut," ujar Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi, saat menggelar konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (7/6/2022).
Hengki menegaskan, bahwa proses penyelidikan tidak hanya berhenti pada penangkapan pimpinan tertinggi kelompok Khilafatul Muslimin tersebut. Namun juga pada mencari sumber dana operasional ormas tersebut yang diduga besar.
"Ke depan kita masih akan kembangkan. Ini organisasi yang cukup besar. Belum lagi kita akan selidiki sumber dana dan sebagainya," terang Hengki.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan menyebut penangkapan dan penetapan tersangka Abdul Qadir Hasan Baraja tidak terfokus pada kasus konvoi pengendara yang menyiarkan khilafah. Namun lebih pada adanya kegiatan kelompok yang menganut mengembangkan, menyebarkan paham dan ajaran yang bertentangan dengan idelogi Pancasila.
“Tidak hanya terkait konvoi anggota Khilafatul Muslimin yang terjadi di Cawang, Jakarta Timur. Kelompok ini tawarkan Khilafah sebagai pengganti Pancasila. Hal ini bertentangan dengan UU Dasar 1945," kata Zulpan.
Penangkapan Abdul Qadir Hasan Baraja di Lampung dipimpin langsung oleh Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi serta tim gabungan. Disebutnya, tim gabungan itu terdiri dari Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Handik Zusen, Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Awalaudin Amin.
Setelah ditangkap, Abdul Qadir Hasan Baraja langsung diterbangkan ke Jakarta dan ditahan di Mapolda Metro Jaya. Ia dijerat dengan Pasal 59 Ayat 4 Juncto Pasal 82 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). Kemudian juga disangkakan dengan Pasal 14 Ayat 1 dan 2, dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Di mana ancaman yang dikenakan terhadap tersangka minimal 5 tahun, maksimal 20 tahun. Langsung ditahan," kata Zulpan.