REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan direktur jenderal Bina Keuangan Daerah (dirjen keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Ardian Noervianto segera menjalani persidangan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara berikut surat dakwaan atas kasus yang menjerat Ardian ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pusat.
"Jaksa KPK siap sidangkan terdakwa Mochamad Ardian Noervianto dkk," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Jumat (10/6/2022).
Persidangan serupa juga bakal dijalani terdakwa Laode M Syukur Akbar. Ali mengatakan, pengadilan Tipikor saat ini memiliki wewenang terkait status penahanan para terdakwa tersebut. Dia melanjutkan, terkait agenda perdana pembacaan surat dakwaan, Tim Jaksa masih menunggu terbitnya penetapan penunjukkan Majelis Hakim dan penetapan hari sidang dari Kepaniteraan Pidana Khusus Pengadilan Tipikor.
Para terdakwa didakwa dengan dakwaan pertama yakniPasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Atau Kedua, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
KPK mengajak masyarakat ikut mengawal proses persidangan ini. Ali mengaku KPK akan segera mengembangkan lebih lanjut perkara ini sepanjang ditemukan fakta hukum dugaan keterlibatan pihak lain dalam perkara tersebut.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Ardian Noervianto sebagai tersangka pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) daerah. Mantan direktur jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri itu ditetapkan sebagai tersangka bersama eks bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur (AMN) dan kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M Syukur Akbar (LMSA).
KPK meyakini kalau tersangka Mochamad Ardian Noervianto juga menerima pemberian uang dari beberapa pihak terkait permohonan pinjaman dana PEN. Lembaga antirasuah itu mengaku kalau saat ini tengah menyidik lebih dalam dugaan tersebut.
Dalam kasus suap pengurusan dana PEN di Kolaka Timur, tersangka Ardian Noervianto diduga menerima Rp 2 miliar. Dana suap tersebut diberikan guna mengawal pencairan permintaan dana PEN Rp 350 miliar yang diajukan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur.
Uang Rp 2 miliar tersebut kemudian dibagi-bagi, dimana tersangka Ardian menerima 131 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah pribadinya di Jakarta. Sedangkan tersangka Laode Syukur menerima Rp 500 juta.