Rabu 22 Jun 2022 12:26 WIB

Sinergi Ditjen SDPPI Kemenkominfo dan TNI AL Tertibkan Frekuensi Radio

Tiap tahun Indonesia mendapat pengaduan dari ITU terkait gangguan frekuensi radio

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo Ismail (kedua kiri) dan Kepala Dinas Komunikasi dan Elektronika TNI AL (Kadiskomlekal), Laksamana Pertama Joko Edi (kiri) saat memberikan keterangan pers terkait kolaborasi pelaksanaan Operasi Penertiban Spektrum Frekuensi Radio Serentak Tahun 2022 di KRI Banda Aceh-593, Kolinlamil Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (21/6/2022).
Foto: Republika/Flori Sidebang
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo Ismail (kedua kiri) dan Kepala Dinas Komunikasi dan Elektronika TNI AL (Kadiskomlekal), Laksamana Pertama Joko Edi (kiri) saat memberikan keterangan pers terkait kolaborasi pelaksanaan Operasi Penertiban Spektrum Frekuensi Radio Serentak Tahun 2022 di KRI Banda Aceh-593, Kolinlamil Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (21/6/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan TNI Angkatan Laut berkolaborasi untuk melaksanakan Operasi Penertiban Spektrum Frekuensi Radio Serentak Tahun 2022. Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo, Ismail mengatakan, pelaksanaan operasi itu merupakan implementasi kerja sama untuk mengatasi permasalahan penggunaan spektrum frekuensi radio di Indonesia.

“Tahun ini kita dapat melaksanakan operasi penertiban spektrum frekuensi radio serentak secara nasional dan melaksanakan apel bersama antara Ditjen SDPPI dan TNI AL, yang dalam tahun-tahun sebelumnya belum pernah terlaksana,” kata Ismail usai acara apel bersama Operasi Penertiban Spektrum Frekuensi Radio Serentak Secara Nasional Tahun 2022 di atas KRI Banda Aceh-593, Kolinlamil Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (21/6/2022).

Baca Juga

Ismail menuturkan, sinergi dan kolaborasi tersebut bertujuan untuk mengatasi permasalahan penggunaan spektrum frekuensi radio yang digunakan oleh masyarakat maritim. Sebab, jelas dia, hampir setiap tahun pemerintah Indonesia mendapatkan laporan pengaduan dari Internasional Telecommunication Union (ITU) mengenai gangguan spektrum frekuensi radio yang merugikan (harmfull interference) pada frekuensi komunikasi penerbangan.

“Gangguan spektrum frekuensi radio yang merugikan pada dinas penerbangan sangat membahayakan keselamatan jiwa manusia. Hasil identifikasi penyebab gangguan tersebut dikarenakan adanya penggunaan spektrum frekuensi radio yang tidak berizin dan tidak sesuai dengan peruntukannya,” ungkap dia.

Menurut Ismail, pada umumnya gangguan tersebut berasal dari radio komunikasi masyarakat maritim, seperti nelayan tradisional. Hal ini pun menyulitkan pihaknya untuk melakukan penindakan di lapangan berupa penghentian penggunaan saluran frekuensi radio.

Ia berharap, melalui kerja sama antara Ditjen SDPPI Kementerian Kominfo dan TNI-AL ini dapat menjadi salah satu solusi dalam pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan frekuensi pada dinas maritim. Sehingga masyarakat bisa lebih tertib menggunakan spektrum frekuensi radio dan perangkat yang tersertifikasi.“Sehingga berdampak pada turunnya jumlah laporan pengaduan spektrum frekuensi radio pada dinas penerbangan oleh masyarakat internasional,” ujarnya.

Ismail menjelaskan, operasi penertiban serentak ini akan diutamakan kearah pembinaan. Namun, lanjutnya, dalam hal pengguna frekuensi yang melakukan pelanggaran berulang kali, dapat diproses sesuai peraturan perundang-undangan.

Selain itu, Ismail mengharapkan, kerja sama antara pihaknya dengan TNI AL juga dapat berlanjut dalam pengembangan sumber daya manusia dan pertukaran data dan informasi. Menurut dia, pelibatan personel dalam peningkatan SDM antara kedua belah pihak harus segera terwujud melalui kegiatan-kegiatan pelatihan monitoring bersama antara Ditjen SDPPI dan TNI AL."Adanya pelatihan bersama tersebut diharapkan dapat saling bertukar informasi mengenai pola pengawasan penggunaan spektrum frekuensi radio dari kedua belah pihak,” ucapnya.

Ismail mengakui ada perbedaan dalam pola pengawasan penggunaan spektrum frekuensi radio baik Ditjen SDPPI dan TNI AL. Namun, ia menilai, hal itu justru akan memperkuat pola pengawasan di Indonesia.

“Ditjen SDPPI umumnya melakukan pengawasan secara administratif berupa izin (ISR) dan teknis sedangkan TNI AL tentunya digunakan untuk keperluan militer atau untuk kegiatan intelijen dan lain-lain Perbedaan inilah diharapkan menjadi titik temu untuk saling bertukar informasi mengenai pola pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Komunikasi dan Elektronika TNI AL (Kadiskomlekal), Laksamana Pertama Joko Edi menyampaikan, kerja sama ini berawal dari ide yang sangat sederhana. Dimana penggunaan spektrum gelombang radio menjadi sangat penting dan strategis di era komunikasi teknologi, serta informasi saat ini. "Oleh karena itu, kita mensinergikan, jadi memanfaatkan apa yang ada dengan perangkat di daerah, yaitu dengan Balmon yang tersebar di seluruh Indonesia," kata Joko. 

Untuk diketahui, Operasi Penertiban Spektrum Frekuensi Radio itu akan daksanakan serentak secara nasionial di 34 wilayah provinsi mulai tanggal 27 Juni-1 Juli 2022. Unit Pelaksana Teknis Balai Monitor (Balmon) dan Loka Monitor Spektrum Frekuensi Radio akan bertugas sebagai pelaksana operasi tersebut. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement