REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menyatakan kondisi udara di DKI Jakarta terus memburuk. Koordinator KPBB, Ahmad Safrudin, menyebut polusi udara di Jakarta termasuk tertinggi dibanding ibu kota negara di Asia Tenggara.
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, kata Ahmad, indikator kualitas udara bersih jika partikel debu maksimal 60 mikrogram per meter kubik. Adapun, kondisi udara di Jakarta jauh melampaui ambang batas mencapai 150 mikrogram per meter kubik.
Bahkan, standar WHO, organisasi kesehatan dunia di bawah naungan PBB, secara tegas memberi batas kandungan partikel debu 20 mikrogram per meter kubik. Belum lagi indikator kandungan, seperti sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan hydro karbon, yang mudah ditemukan di daerah polusi tinggi. “Udara Jakarta jauh dari kata bersih,” katanya, Rabu (27/4).
Saat ini, terdapat lebih tiga juta kendaraan bermotor di Jakarta. Dari jumlah itu, kata Ahmad, sebanyak 75 persen kendaraan berumur tua dan diindikasikan tak layak beroperasi. Sisanya, sekitar 25 persen layak memenuhi standar baku mutu. “Asap 75 persen kendaraan inilah yang jadi penyumbang polusi udara. Sebab, tidak lagi melakukan uji emisi,” ujarnya.
Kualitas udara yang buruk, sambung Ahmad, diperparah dengan luas ruang terbuka hijau (RTH) yang baru mencapai 9,8 persen dari luas daratan DKI Jakarta yang mencapai 661,52 kilometer persegi. Idealnya jika mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Hutan Kota, sebuah kota harus memiliki 30 persen RTH.