REPUBLIKA.CO.ID, CIPUTAT – Setiap menjelang Ramadhan atau saat kebutuhan akan daging meningkat, masyarakat sering ditakutkan dengan peredaran daging gelonggongan dan ayam tiren (mati kemaren).
Menurut Kepala Pasar Ciputat Tangerang Selatan, Ardani, peredaran ini memang biasa terjadi. "Biasanya dilakukan oleh oknum yang ingin mengambil keuntungan besar," kata Ardani, Ahad (31/7).
Daging gelonggongan adalah daging yang sebelum disembelih terlebih dahulu diminumi air secara berlebihan. Bahkan tak jarang hewan bersangkutan pingsan karena kelebihan minum, baru dipotong. Ini untuk mendapatkan timbangan lebih berat. Sehingga harga jual jadi lebih mahal.
Menurut seorang pedagang daging di Pasar Ciputat, pedagang asli biasanya tidak berani jual daging gelonggongan. "Yang menjual daging begitu adalah oknum yang ingin mengambil keuntungan lebih," ujarnya.
Menurut sang pedagang, oknum tersebut biasanya menjual daging gelonggongan pada malam hari, mulai pukul 01.00 WIB. Lapaknya juga berpindah-pindah. "Untuk itu, pembeli harus berhati-hati dalam membeli daging ketika Ramadhan ini," sarannya.
Ardani meminta warga agar tidak mengkhawatirkan mengenai peredaran daging tersebut, karena pihaknya akan tetap menjaga dan mengawasi para pedagang yang nakal.
Demikian pula dengan ayam tiren, biasanya dijual pada malam hari dan harganya jauh lebih murah ketimbang harga aslinya.
Berikut adalah sejumlah ciri daging gelonggongan dan ayam tiren yang disampaikan para pedagang maupun Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Kota Tangsel.
Daging gelonggongan biasanya tidak dijual dengan cara digantung, melainkan diletakkan di meja atau papan. Kadar airnya sangat banyak, dapat dilihat di lantai tempat jualnya. Akan terlihat banyak air bercampur darah. Warna daging lebih pucat karena kebanyakan air. Daging lembek dan cepat busuk.
Sedangkan ayam tiren, dagingnya terdapat bercak darah atau memar. Tidak mulus seperti ayam potong ketika hidup. Kalau dipegang kulitnya licin dan mengkilat, karena pakai formalin.