REPUBLIKA.CO.ID, JAKRTA - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DPD DKI Jakarta mengusulkan agar tarif parkir dalam gedung naik. Kenaikan tarif ini dinilai perlu, mengingat kini pengelola parkir wajib memberi ganti kerugian bagi kendaraan yang rusak atau hilang.
"Tarif parkir Rp 2.000 perjam cenderung merugikan," ucap Ketua APPBI, Handaka Santosa, Jumat (16/9). Tarif Rp 2.000, kata Handaka sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Dirinya menilai tarif ini juga tak bisa menarik para investor untuk berinvestasi dalam bidang perparkiran.
Untuk sebuah mobil saja diperlukan tempat sekitar 25 meter persegi. Jika diasumsikan sebuah mobil terparkir dari pukul 10.00 hinga 22.00 WIB, maka hanya memberikan Rp 24 ribu. Sebab itulah, Handaka merasa perlu jika tarif parkir naik.
Biaya operasional juga menjadi pertimbangan usulan kenaikan tarif parkir ini. Pasalnya biaya yang dikeluarkan untuk keamanan, kebersihan, dan penerangan sangatlah besar dan terus meningkat tiap tahunnya.
Jika tarif naik, maka keuntungan yang diperoleh pengelola parkir bisa bertambah. Hal ini dapat menjadi magnet bagi para investor untuk membuat parkir off street. "Jika di Jakarta banyak parkir off street, maka bisa menjadi alternatif pengurang kemacetan," katanya.
Kendaraan-kendaraan yang biasanya parkir di bahu jalan (on street) akan beralih ke parkir off street. Sehingga nanti kemacetan yang diakibatkan oleh kendaraan yang parkir dengan memakan sebagian ruas jalan bisa diminimalisir.
Handaka, mewakili APPBI, berharap Pemprov DKI mau meminjau kembali perihal tarif parkir yang telah diterapkan selama tujuh tahun ini. Sesuai dengan Peraturan Daerah No.5 Tahun 1999 tentang Perparkiran, tarif parkir selambat-lambatnya bisa ditinjau kembali setelah dua tahun. "Kami harap pengatur kebijakan mau mengerti demi kenyamanan hidup di Jakarta," ujarnya dengan nada berharap.