REPUBLIKA.CO.ID, PALMERAH - Pemerintah akan menerapkan kebijakan konversi bahan bakar dari BBM ke BBG pada April mendatang. Antisipasi kebijakan tersebut, pengelola Transjakarta siapkan beberapa langkah, salah satunya meningkatkan sterilisasi jalur busway.
Hal itu dikatakan salah seorang petugas patroli Transjakarta, Hatmoko, Slasa (17/1).
Hatmoko mengatakan, kebijakan konversi bahan bakar tersebut kemungkinan berdampak kepada bertambahnya jumlah pengguna kendaraan pribadi yang beralih ke Transjakarta. Karena itu, Transjakarta harus siap menghadapi lonjakan peralihan ini.
Langkah antisipasi yang diambil seperti meningkatkan prosedur pengamanannya. Sekitar 20 personil akan diturunkan setiap hari untuk mensterilkan jalur-jalur busway dari kendaraan umum. Sebab selama ini bus Transjakarta selalu terlambat karena terhambat kendaraan lain di jalur busway. Akibat terlambat, terjadi penumpukkan calon penumpang di halte-halte busway, dan jadwal kedatanga bus juga tidak konsisten.
Hatmoko mengungkapkan, ia dan rekan-rekan telah mendapat instruksi dari atasannya terkait sterilisasi jalur bus Transjakarta.
"Banyak bus terhambat karena jalannya dipakai, makanya mau kita sterilkan," ujar Hatmoko saat ditemui Republika, Selasa (17/1).
Pada dasarnya menurut Hatmoko, jumlah bus sendiri sudah sesuai. Hanya saja penumpukan bus pada titik-titik tertentu tadi yang membuat ritme pemberangkatan antara bus satu dengan selanjutnya menjadi terhambat. Seharusnya antara bus satu dengan selanjutnya berjarak 5-10 menit. Namun, kondisi jalanan yang macet membuat bus sering terlambat.
Terlebih untuk koridor IX, jarak tempuh bus dari titik keberangkatan di Pinang Ranti hingga Pluit merupakan jarak terjauh dari semua jalur Transjakarta yang ada. Untuk mengatasi hal tersebut dibuatlah jalur tengah yang beroperasi dari Halte Pusat Grosir Cililitan (PGC) hingga Grogol. "Kita ada yang namanya poros tengah dari PGC sampai Grogol, itu busnya gandeng buat antisipasi lonjakan penumpang." Ujar Hatmoko.