REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI - Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, Jawa Barat (Jabar) mengusulkan pembangunan Gereja Oikumene atau rumah ibadah bersama bagi umat Nasrani. Meski baru rencana, namun wacana tersebut menuai tentangan dari sejumlah jemaat.
"Format 'gereja bersama' cukup efektif meminimalisir gesekan di masyarakat. Umat dari kepercayaan berbeda dapat memanfaatkannya secara bergiliran. Namun, pendapat penolakan pun tetap harus didengarkan karena pembangunannya harus didasari keputusan bersama," Plt Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, usai menghadiri acara deklarasi kerukunan umat beragama di Kantor Kelurahan Kaliabang, Kecamatan Medan Satria, Rabu (15/2).
Menurut dia, pembangunan Gereja Oikumene akan dibahas lebih lanjut. Sebab penolakan dari umat Nasrani yang menganggap perbedaan kepercayaan menyangkut tata cara peribadatan tidak dapat dihiraukan begitu saja.
"Ada yang beranggapan bahwa Nasrani memiliki bayak aliran kepercayaan dan tata cara beribadah yang berbeda satu dengan lainnya. Hal itulah yang menjadi alasan ibadah mereka tidak bisa disatukan dalam satu atap," ujar Rahmat.
Dikatakan Rahmat, pihaknya pun belum memutuskan perihal relokasi tempat ibadah bagi umat asal tiga gereja yang terpaksa disegel akhir pekan lalu akibat tidak memiliki izin dari masyarakat sekitar.
"Hingga saat ini, pemerintah masih mendorong agar pengurus tiap-tiap gereja bisa melengkapi persyaratan yang dibutuhkan untuk pendirian rumah ibadah. Relokasi belum diputuskan, karena pemerintah jadi harus menyediakan lahan kosong," katanya.
Sementara itu, Pendeta Gereja HKBP Perwira, Hastorus, beranggapan umat yang memiliki perbedaan kepercayaan tidak bisa beribadah di tempat yang sama.
"Kepercayaan dan tata cara peribadatannya berbeda, tidak mungkin bisa disatukan. Satu kepercayaan hanya efektif bila dijalankan di gereja masing-masing," kata Hastorus.