REPUBLIKA.CO.ID, CAWANG -- Rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang bakal diterapkan pemerintah dalam waktu dekat, diyakini juga akan mengatrol tarif angkutan kota atau angkot. Bila tarif angkot naik, otomatis penumpang terpaksa merogoh kocel lebih dalam untuk biaya transport.
"Pengeluaran makin besar, kantong jadi tipis," ujar Azah, karyawati yang sehari-hari bekerja di kawasan PGC.
Dalam satu bulan, perempuan 23 tahun itu mengeluarkan Rp 300 hingga Rp 350 ribu. Tapi, biaya itu dipastikan bakal naik seiring kenaikan harga BBM bersubsidi yang berimbas pada naiknya tarif angkot.
Azah juga mengeluhkan fasilitas angkot yang minim juga tidak sepadan dengan ongkos yang terus naik. Pasalnya, kejahatan masih marak di dalam di angkot, belum lagi suka banyak pengamen dan preman yang meminta uang di atas angkot. Meski tidak memaksa, tapi sebagai penumpang ia merasa takut sehingga terpaksa memberikan uang ke preman tersebut.
Hal senada juga dikatakan Hani, karyawati sebuah perusahaan swasta di Jakarta. "Sulit untuk save (menyimpan) pendapatan per bulannya," aku wanita 25 tahun itu kepada republika, Senin (12/3).
Setiap bulannya, Hani mengaku mengeluarkan Rp 330 ribu hanya untuk biaya angkot. Angka itu diakuinya sudah memberatkan, apalagi bila nanti ongkos angkot dinaikan.
Setali tiga uang dengan Azah, Hani juga mengeluhkan fasilitas angkot yang kurang memberikan keamanan bagi penumpangnya. Ia menilai, lebih efektif bila angkot-angkot dihapus dan diganti dengan angkutan umum yang lain, seperti monorail.
Meski banyak angkot yang mulai diubah menjadi angkot ber-AC, terobosan itu juga dinilai Hani tidak mengurangi rasa ketidaknyamanan penumpang. Sebab, hal itu membuat para penumpang tidak kuat bayar. Angkutan massal menurutnya lebih pas dan efesien untuk digunakan.
Kendati bila tarif angkot dinaikan, ia mengaku terpaksa masih akan menggunakan angkot. "Habis bagaimana, kan butuh," tutup dia.