REPUBLIKA.CO.ID, BANJARNEGARA - Sedikitnya 56 bangunan rumah dan satu masjid di Desa Kalitlaga Kecamatan Pagentan Kabupaten Banjarnegara, terancam hancur. Hal ini karena lahan yang menjadi lokasi berdirinya rumah-rumah tersebut, bergeser sejauh 5-15 meter. Yang menakutkan, pergerakan tanah tersebut menuju jurang yang cukup dalam.
"Pergerakan tanah tempat berdirinya rumah-rumah warga ini, sebenarnya mulai dirasakan warga pada Kamis (7/4). Tapi pergerakan paling besar dirasakan pada Sabtu (9/4)," kata Sekretaris Desa Kalitlaga, Suprapto, Ahad (10/4).
Bahkan dia menyebutkan, jumlah bangunan yang terancam ambruk jika tanah tersebut terus bergerak, kemungkinan tak hanya 57 rumah tersebut. ''Mungkin bisa bertambah, karena lahan yang bergerak bertambah luas,'' tambahnya.
Dari 57 bangunan yang tanahnya mengalami pergerakan, bahkan 18 bangunan rumah dan 1 bangunan masjid sudah ambruk. Sementara empat lainnya, kondisi bangunannya terlihat sudah miring dengan lantai mengalami retak-retak.
Suprapto menyebutkan, untuk warga yang tinggal di 22 rumah tersebut, seluruhnya sudah mengungsi. Empat rumah yang masih berdiri, sudah tak mungkin lagi ditinggali karena kondisinya sudah membahayakan. ''Untul sementara, mereka mengungsi ke rumah-rumah tetangganya yang kondisinya masih aman,'' katanya.
Marjadi (50), seorang warga yang rumahnya telah ambruk, menyebutkan pergerakan tanah di atas rumahnya itu terjadi saat terjadi hujan deras, Kamis (7/4) petang. Saat itu, tanah bergerak hanya sekitar 5-6 meter.
''Saat itu kami langsung meninggalkan rumah karena khawatir rumah akan ambruk,'' katanya. Menurutnya, meski pergerakan tanah pada Kamis petang tersebut belum sampai membuat rumah ambruk, namun warga sudah tidak berani lagi mendiami rumahnya.
Karena itu, ketika tanah bergerak lagi pada hujan deras pada Sabtu (9/4), sudah tak ada lagi warga yang mendiami rumahnya. ''Karena itu, walaupun pada kejadian itu banyak rumah yang ambruk, namun tak ada yang menjadi korban,'' jelasnya.
Suprapto menyebutkan, peristiwa tanah bergerak di desanya ini sebenarnya sudah pernah terjadi pada tahun 2007. Saat itu, warga berusaha mengantisipasi dengan menanam tanaman keras di di lahan-lahan yang tanahnya mengalami pergerakan. ''Tapi keberadaan tanaman tersebut, ternyata tidak cukup menahan tanah agar tidak bergerak lagi,'' jelasnya.
Terkait kondisi ini, Suprapto mengaku sudah melaporkan ke pemerintah kecamatan dan kabupaten. Dia berharap pemerintah kabupaten bisa segera merelokasi warga di lokasi yang tanahnya bergerak ini, ke lokasi yang aman. ''Kita sebagai perangkat desa, tidak memiliki dana untuk merelokasi warga kami. Satu-satunya cara, kami hanya bisa meminta pemerintah kabupaten untuk turun tangan,'' katanya.