REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan telah menemukan penyelewengan dana otonomi khusus (otsus) Papua sebesar Rp 4,2 triliun dari total dana Rp 28,8 triliun sejak periode 2002-2010.
Hasil ini dipaparkan anggota BPK, Rizal Jalil yang datang untuk memaparkan hasil temuannya dihadapan Wakil Ketua DPR sekaligus ketua tim pemantauan dana otusus DPR, Priyo Budi Santoso, Kamis, (21/4).
“Secara umum, jumlah dana otsus yang sudah dikucurkan ke Papua Rp 28,8 triliun dari 2002-2010. Dari total tersebut, kami menemukan ada penyimpangan hampir Rp 4,2 triliun,” katanya. Sejak diminta DPR untuk mengaudit dana tersebut, hasilnya telah dilaporkan pada Jumat pekan lalu, (15/4). Namun, penyerahannya baru secara resmi dilakukan hari ini.
Ia menjelaskan, yang berkembang dari jumlah tersebut, ada dana yang ditempatkan di deposito. Padahal, seharusnya dana itu digunakan untuk pendidikan dan kesehatan sesuai dengan amanah UU Otsus 21/2001. “Dalam UU tersebut disebutkan, dana otsus lebih banyak focus pada pendidikan dan kesehatan, bukan untuk di depositokan,” katanya.
Menurutnya, dana bisa didepositokan, asalkan dana itu ada yang ‘nganggur’ misalnya diawal tahun anggaran. Itu pun harus dimasukan dalam perencanaan APBD. “Kalau dilihat waktu pelaksanaan deposito yakni Mei 2011, padahal dana itu sedang sangat dibutuhkan kabupaten/kota yang bersangkutan,” katanya.
Ia menduga, pihak yang mendepositokan dana otsus berasal dari pihak berwenang disana yakni Pemda setempat. Sementara jika harus dilaporkan ke institusi hukum seperti KPK atau kepolisian, ia mengatakan ada proses yang harus dilalui terlebih dahulu.
“Saya ingin katakana sesuai UU 15/2006 dan UU KIP, begitu laporan itu diserahkan ke DPR dan presiden, tentu info itu seyogianya telah menjadi milik public,,” katanya. Ia pun siap jika diminta untuk melakukan langkah berikutnya seperti penelusuran forensik anggaran.