REPUBLIKA.CO.ID,WONOSOBO--Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menyatakan kegempaan Kawah Timbang Gunung Dieng di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, cenderung meningkat walaupun fluktuatif.
"Yang terekam gempa tremor, gempa vulkanik, dan gempa hembusan," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono di Pos Pengamatan Gunung Dieng, Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Kamis.
Menurut dia, peningkatan akivitas di Gunung Dieng relatif lambat jika dibandingkan dengan gunung api lainnya.
Walaupun letusannya tidak besar, kata dia, proses terjadinya letusan Gunung Dieng lambat.
Selain kegempaan, kata dia, konsentrasi gas CO2 yang terekam maksimum pada Kamis dinihari, pukul 00.00-06.00 WIB, sebesar 1,65 persen volume. Ia mengatakan standar internasional untuk dilakukan pengungsian adalah 1,5 persen volume CO2 di udara, sedangkan standar batas aman berada di bawah 0,5 persen volume.
"Yang jadi masalah gasnya itu tidak keluar secara kontinyu, kadang naik, kadang turun. Kalau pas siang agak cerah, gas itu naik dari bawah sampai ke sensor yang ada, kemudian betul-betul secara pasti kita bisa melakukan pengukuran," katanya.
Namun, pada pukul 02.30 hingga pukul 03.30 WIB saat berada di Kali Sat, kata dia bau belerang tercium sangat menyengat.
Dari informasi penduduk Dusun Serang, Desa Sumberejo, Kecamatan Batur, kata dia biasanya bau belerang tidak menyengat seperti itu. Menurut dia, belerang (H2S) juga berbahaya bagi kesehatan seperti halnya CO2.
Disinggung mengenai kemungkinan adanya penambahan luas radius bahaya, dia mengatakan, hal itu ada belum perlu dilakukan. "Sampai sekarang belum ada penambahan, masih satu kilometer, dua dusun (Simbar dan Serang, red.). Ini baru ada, radius satu kilometer sudah diungsikan," katanya.
Sedangkan mengenai kemungkinan wilayah Dusun Simbar dan Serang masih layak dihuni, menurut dia wilayah tersebut merupakan daerah rawan bencana, sehingga orang yang tinggal di Simbar dan Serang berada di kawasan yang memiliki risiko bencana.
"Masalah boleh atau tidak boleh di sana, mungkinkah kita bisa mengurangi risiko jika terjadi bencana. Kalau tidak bisa, jangan ambil risiko," katanya.
Menurut dia, di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 disebutkan pembangunan tanpa memerhatikan analisis risiko bencana, dapat dikenakan denda dan pidana.
"Ini amanat rakyat lho, tidak boleh sembarangan. Suara rakyat adalah suara Tuhan, itu saja," katanya.
Ia mengatakan perkara boleh atau tidak boleh tergantung dari bagaimana menurunkan risikonya.
Sementara itu, mengenai kondisi kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng, menurut dia hingga saat ini masih aman dikunjungi wisatawan, kecuali Kawah Timbang. "Kawah-kawah lainnya masih bisa dikunjungi, tetapi tidak boleh masuk ke tempat titik-titik solfatar keluar," kata Surono.