REPUBLIKA.CO.ID, PALU---Untuk mencegah terjadinya korupsi, pemerintah diimbau memikirkan pemberian insentif kepada pegawai negeri sipil (PNS). "Sekarang ini sudah banyak peraturan dan lembaga yang menekan terjadinya korupsi, tetapi itu tidak cukup, perlu cara lain lagi misalnya memberikan dana insentif berdasarkan kinerja," kata anggota Komisi II DPRD Sulawesi Tengah Asgar Djuhaepa menanggapi maraknya kasus korupsi di daerah ini, Sabtu (18/2).
Dia mengatakan bentuk korupsi tidak saja mengambil keuntungan dalam bentuk materi dari sebuah pekerjaan untuk kepentingan pribadi, namun juga manipulasi data, kebocoran anggaran yang bukan pada tempatnya dan penyelewengan waktu kerja.
Menurut Asgar, peluang terjadinya penyalahgunaan salah satunya karena rendahnya gaji sementara kebutuhan jauh lebih banyak. "Ini bukan rahasia lagi, di mana-mana gaji PNS itu tidak cukup untuk membiayai seluruh atau sebagian besar kebutuhan rumah tangga," katanya.
Menurut Asgar, insentif tersebut boleh diberikan berdasarkan kinerja PNS yang bersangkutan.
Ia mencontohkan, saat dirinya bekerja di IPTN, Habibie memberikan bantuan keuangan melebihi gaji kepada karyawan. Cara ini sangat membantu karyawan di perusahaan tersebut.
"Kalau sudah diberikan insentif, bantuan keuangan yang besar masih tetap saja korupsi berarti memang mentalnya yang rusak," katanya.
Menurut Asgar, jika hal itu tetap saja terjadi maka hukuman harus diperberat agar memberikan efek jerah.
Masalahnya, kata Asgar, orang yang melakukan tindak pidana korupsi saat ini tidak lagi memiliki budaya malu bahkan dengan korupsi bangga memamerkan kekayaan hasil korupsinya. "Dulu yang korupsi hanya orang tertentu saja, sekarang hampir semua kalangan sudah berani korupsi," katanya.
Korupsi di daerah, kata Asgar cukup berbahaya, karena akan berdampak langsung di masyarakat. Korupsi anggaran pembangunan infrastruktur jalan misalnya akan membuat kualitas pekerjaan rendah sehingga belum lama digunakan jalan tersebut sudah rusak. "Makanya korupsi harus menjadi musuh bersama," katanya.