REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT, NTB - WRS (13) siswa kelas II di salah satu SMP di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat yang sudah menjadi tersangka pencurian handphone (HP) memperoleh bantuan hukum dan Lembaga Perlindungan Anak Daerah setempat.
"Kami sudah melimpahkan wewenang untuk memberikan bantuan hukum ke jejaring kami, yakni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK," kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak Daerah (LPAD) Kabupaten Lombok Barat Hj Baiq Eva Parangan, di Gerung, Senin (5/2).
WRS saat ini berstatus tersangka berdasarkan laporan DDJ dan dijerat Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana pencurian. Eva yang didampingi Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lombok Barat Ni Putu Warniati, menyatakan prihatin atas kasus yang menimpa anak ketiga dari Herman.
Ia terus memantau perkembangan kasus yang menimpa WRS, karena merupakan kasus anak berhadapan dengan hukum. "Kami berharap, aparat bisa memproses masalah ini sesuai hukum yang berlaku sehingga tidak ada pihaknya yang dikorbankan," kata Eva yang juga Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lombok Barat.
Sekretaris P2TP2A Ni Putu Warniati, mengatakan, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Lombok Barat. "Namun hingga saat ini kami belum mengetahui perkembangan kasusnya. Tim dari LBH APIK juga belum memberikan kabar sejauh mana penanganan kasusnya," ujarnya.
Sehari pasca-menerima pengaduan dari keluarga WRS, kata dia, tim dari LBH APIK langsung memberi respon. Perwakilan mereka segera menemui korban dan melakukan pendampingan ketika akan menjalani pemeriksaan di Polres Lombok Barat.
WRS menghadapi tuduhan pencurian telepon genggam milik DDJ yang terjadi pada 17 Januari kemarin. Namun, Herman warga Kecamatan Labuapi, ayah dari WRS, merasa keberatan dengan perlakuan DDJ yang menganiaya anaknya tanpa ada bukti kuat sehingga balik melaporkan DDJ ke Polsek Labuapi dengan tuduhan penganiayaan.
Laporan Herman diterima petugas dan diregistrasi dengan nomor laporan LP/37/1/2012/NTB Res Lombok Barat. Laporan itu ditandatangani Kepala Unit SPKT III Polres Lombok Barat Aiptu I Ketut Subagiastawa.
Polisi kemudian menyarankan agar Herman melakukan visum terhadap anaknya di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Labuapi. Namun, berselang sekitar dua minggu, tepatnya pada 6 Februari 2012, Herman justru mendapat surat pemanggilan terhadap anaknya dari polisi.
Di dalam surat tersebut, WRS akan dimintai keterangan terkait laporan ke polisi oleh DDJ pada 30 Januari yang menuduhnya melakukan tindak pidana pencurian.
Herman bersama anaknya memenuhi panggilan Polres Lombok Barat yang pertama pada 8 Februari kemarin. Namun, pada panggilan kedua pada 21 Februari 2012, WRS justru dipanggil dengan status tersangka berdasarkan keterangan korban dan bukti-bukti.
Sementara laporan Herman mengenai dugaan penganiayaan terhadap anaknya yang dilakukan DDJ belum ada titik terang hingga saat ini.