REPUBLIKA.CO.ID, JEMBRANA – Rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) mulai April, membuat khawatir para nelayan di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana Bali.
Karena kenaikan harga BBM itu, dipastikan akan menambah biaya operasional yang harus dikeluarkan para nelayan. "Kalau biaya operasional naik, sementara harga ikan tidak naik, ini membuat kami susah," kata Abdul Latif, nelayan di Negara, Bali, Ahad (11/3).
Disebutkan Latif, harga ikan berbeda dengan harga komoditas lainnya, di mana bila terjadi kenaikan BBM, harga barang-barang ikut naik. Tapi kalau harga ikan jelasnya, ditentukan oleh banyak tidaknya hasil tangkapan para nelayan.
Kalau hasil tangkapan hanya sedikit, harga akan naik, sebaliknya harga ikan jadi murah kalau hasil tangkapan membanjir. Untuk jenis ikan tongkol atau lemuru, harganya berkisar antara Rp 6.000-Rp 10.000 per kilogram. Tapi kalau ikan lagi panen, harganya turun menjadi hanya sekitar Rp 3.000 per kilogram.
Salah seorang nelayan di Pengamengan, Muhammad Bahar, mengatakan di Pengambengan kebanyakan para nelayan menangkap ikan menggunakan kapal pursesaine. Kapal dengan jaring cukup besar itu memiliki kapasitas sampai 40 ton dan lebih dari setahun ini kebanyakan perahu nelayan tidak melaut.
Selain cuaca yang kurang bersahabat, kata Bahar, hasil tangkapan juga terus menyusut. Oleh sebab itu, para nelayan banyak yang memilih tidak melaut, karena setiap kali beroperasi mereka sudah pasti mengeluarkan dana operasional, sementara hasi tangkapan tidak memadai.
Terlebih dengan adanya kenaikan harga BBM, biaya perasional yang dikeluarkan akan semakin besar, sementara hasil tangkapan belum pasti. "Jadi, kami terus kebingungan. Apakah harus melaut atau menunggu sampai dapat dipastikan adanya hasil tangkapan," katanya.