REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Produksi ikan dari para nelayan Cilacap sejak awal pekan ini merosot drastis. Enam Tempat pelelangan ikan (TPI) di kabupaten tersebut yang biasanya ramai menjadi tempat transaksi ikan hasil tangkapan nelayan, menjadi sepi. Hal ini karena para nelayan memutuskan untuk tidak melaut, mengingat kondisi cuaca sangat ekstrim yang ada di perairan Samudra Hindia.
"Daripada tidak bisa pulang karena dihantam badai, lebih baik tidak melaut dulu. Mudah-mudahan saja kondisi cuaca seperti ini tidak berlangsung terus, sehingga kami bisa melaut lagi," kata Santo (38), nelayan asal Kelurahan Tegal Kamulyan, Rabu (14/3).
Menurutnya, hampir seluruh nelayan di Cilacap saat ini memutuskan tidak melaut. Menurutnya, ketinggian gelombang di perairan selatan Jawa, saat ini bisa mencapai 6 meter. "Itu sudah diluar kemampuan kami untuk mengatasi. Dengan kapal mesin berawak 6 orang sekali pun, kalau dihantam gelombang setinggi ini pasti terbalik," jelasnya.
Dia menyatakan, pada awal Maret lalu, sudah ada nelayan Cilacap yang menjadi korban keganasan laut di perairan lepas Kabupaten Kebumen. Hingga kini, empat nelayan awak kapal yang terbalik tersebut masih belum ditemukan.
Ketua Rukun Nelayan Sentolokawat, Sri Gito, mengakui, hampir seluruh nelayan di Cilacap saat ini, tidak ada yang berani melaut. "Kondisi laut saat ini terlalu berresiko. Daripada hilang atau mati tenggelam di laut, lebih baik kita istirahat saja dulu," jelasnya.
Menurutnya, jumlah nelayan di Kabupaten Cilacap saat ini mencapai sekitar 35 ribu orang. Karena mereka tidak berani melaut, maka TPI-TPI yang biasanya pada jam-jam tertentu ramai belakangan menjadi sepi.
Dia menyebutkan, sejak awal tahun 2012 ini kondisi cuaca di Laut Selatan sering kali tidak bersahabat. Badai yang menyebabkan gelombang tinggi, berulang kali melanda perairan ini. "Pada akhir Februari lalu, katanya ada badai yang namanya Badai Koji. Sekarang, katanya ada badai lagi sehingga gelombang laut menjadi tinggi," jelasnya.
Dia mengaku, kondisi ini mau tidak mau memang sangat merugikan kehidupan nelayan. "Tapi mau bagaimana lagi. Kita tidak akan sanggup merubah, karena yang menentukan cuaca kan Allah," jelasnya.
Prakirawan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Cilacap, Teguh Wardoyo, mengakui kondisi cuaca di Samudra Hindia saat ini memang sangat buruk. Dengan kecepatan angin di atas 30 knot, gelombang laut bisa mencapai ketinggi 6 meter.
Menurutnya, cuaca ekstrim ini terjadi akibat munculnya siklon tropis atau badai yang disebut Badai Luwa. Badai tersebut berlokasi sekitar 950 km sebelah selatan barat daya Denpasar Bali.
"Badai tersebut diperkirakan akan berlangsung hingga tiga hari ke depan. Mudah-mudahan saja, setalah itu kondisi cuaca akan membaik lagi," jelasnya.