Senin 04 Jul 2022 20:07 WIB

DPD: Mahalnya Biaya Politik Sebabkan Tingginya Korupsi

Biaya politik yang mahal juga tidak rasional dan tidak sebanding dengan penghasilan.

Rep: nawir arsyad akbar/ Red: Hiru Muhammad
 Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyebut tingginya korupsi tidak selalu disebabkan mental korup yang menjangkiti pelaku. Namun, juga disebabkan  tingginya biaya politik.    Tampak warga memasukan surat suara ke kotak suara. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyebut tingginya korupsi tidak selalu disebabkan mental korup yang menjangkiti pelaku. Namun, juga disebabkan tingginya biaya politik. Tampak warga memasukan surat suara ke kotak suara. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyebut tingginya korupsi tidak selalu disebabkan mental korup yang menjangkiti pelaku. Namun, juga disebabkan oleh tingginya biaya politik.

"Dapat kita simpulkan jika biaya politik mahal ini menjadi penyebab tingginya praktik korupsi di negeri ini. Hal itu sejalan dengan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),"ujar LaNyalla lewat keterangan tertulisnya, Ahad (3/7/2022).

Baca Juga

Biaya politik yang mahal menimbulkan potensi sikap korup para pejabat yang terpilih. Biaya politik yang mahal juga tidak rasional dan tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat. 

Selain potensi sikap yang korup, potensi kinerja pun rendah dan cenderung tidak memikirkan masyarakat yang memilih mereka. "Fakta banyaknya para pejabat yang terjerat dugaan kasus korupsi menunjukkan bahwa biaya politik ada hitungannya," ujar LaNyalla.

Menurutnya, sudah saatnya masyarakat diberikan edukasi politik yang baik dan etis. Salah satunya dengan tidak lagi bersedia memilih jika diberi uang oleh salah satu calon atau timnya.

Pentingnya menanamkan kesadaran politik agar para politikus dan calon pejabat beradu gagasan, perjuangan, dan etika. Serta, berwawasan bahwa jabatan bukan satu-satunya target yang harus dicapai, sehingga menghalalkan berbagai cara.

"Perlu segera dilansir berapa sesungguhnya biaya politik yang wajar dan rasional agar tidak masuk ke dalam jebakan politik transaksional," ujar LaNyalla.

"Jika aturan-aturan main sudah tidak rasional, semua mekanisme politik kita akan tidak rasional, termasuk biaya yang melangit, sedangkan gaji yang diterima sangat relatif," sambungnya.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement