Ahad 10 Jul 2022 17:22 WIB

Ini Catatan Kritis Komnas HAM Atas RKUHP

Salah satunya Komnas HAM tak sepakat mengenai pidana mati yang diatur di RKUHP.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Mahasiswa memegang poster saat aksi Bandung Lautan Amarah di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (30/6/2022). Dalam aksi tersebut mereka menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) serta mendesak pemerintah untuk melakukan transparansi terhadap draf RKUHP. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Mahasiswa memegang poster saat aksi Bandung Lautan Amarah di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (30/6/2022). Dalam aksi tersebut mereka menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) serta mendesak pemerintah untuk melakukan transparansi terhadap draf RKUHP. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melontarkan catatan kritis mengenai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Salah satunya, Komnas HAM tak sepakat mengenai pidana mati yang dianggap melanggar hak hidup. 

"Terkait hukuman mati, merupakan bentuk dari pelanggaran hak hidup yang merupakan supreme rights meskipun pidana mati menjadi pidana alternatif. Komnas HAM merekomendasikan SNP Hak untuk Bebas dari Segala Bentuk Penyiksaan," kata Pelaksana Tugas Kepala Biro Pemajuan HAM Komnas HAM, Mimin Dwi Hartono dalam risalah Webinar LP3ES yang dikutip Republika pada Ahad (10/7/2022). 

Baca Juga

Mimin tak sepakat dengan pasal penyerangan atas harkat dan martabat presiden/wapres. Menurutnya pasal itu berpotensi membatasi secara sewenang-wenang hak atas kebebasan berekspresi. 

"Setiap pejabat negara harus memiliki akuntabilitas. Komnas HAM merekomendasikan SNP Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi," ujar Mimin. 

SNP tersebut sebenarnya juga bisa dimanfaatkan dalam menolak pasal RKHUP yang berpotensi membatasi secara sewenang-wenang hak atas kebebasan berkumpul dan berorganisasi.

"Pasal penghinaan pada pemerintah yang sah, berpotensi membatasi secara sewenang-wenang hak atas kebebasan berekspresi," sebut Mimin. 

Kemudian, Komnas HAM menyayangkan kategori pelanggaran HAM berat sebagai tindak pidana biasa dalam RKUHP. Padahal pelanggaran HAM berat merupakan extraordinary crime

"Komnas HAM merekomendasikan SNP Pemulihan Hak-hak Korban Pelanggaran HAM yang Berat," ucap Mimin. 

Selain itu, Mimin menyinggung pasal mengenai penodaan agama dalam RKUHP yang berpotensi membatasi secara sewenang-wenang hak atas kebebasan berekspresi dan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Oleh karena itu, Komnas HAM merekomendasikan SNP Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi serta SNP Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. 

"Untuk pasal mengenai kekuatan ghaib, mengancam pidana bagi mereka yang melakukan praktik-praktik tradisional diantaranya untuk tujuan kesehatan. Komnas HAM merekomendasikan SNP Hak atas Kesehatan," tegas Mimin. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement