Selasa 26 Jul 2022 16:15 WIB

AS dan Taliban akan Bahas Krisis Ekonomi Afghanistan

AS dan Taliban akan membahas tentang krisis ekonomi yang sedang dihadapi Afghanistan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Wakil Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Brian Nelson dan Utusan Khusus AS untuk Afghanistan Thomas West akan menemui delegasi Taliban untuk membahas krisis di Afganistan
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Wakil Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Brian Nelson dan Utusan Khusus AS untuk Afghanistan Thomas West akan menemui delegasi Taliban untuk membahas krisis di Afganistan

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Wakil Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Brian Nelson dan Utusan Khusus AS untuk Afghanistan Thomas West akan menemui delegasi Taliban saat mereka berkunjung ke Uzbekistan, Rabu (27/7/2022). Mereka bakal membahas tentang krisis ekonomi yang sedang dihadapi Afghanistan.

"Pada 27 Juli, Wakil Menteri Keuangan untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan Brian Nelson akan bergabung dengan Perwakilan Khusus West untuk pertemuan dengan Taliban guna mengatasi tantangan ekonomi yang dihadapi rakyat Afghanistan," kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan, Senin (25/7/2022), dilaporkan Sputnik.

Baca Juga

Departemen Luar Negeri AS tidak memberi penjelasan terperinci tentang topik apa saja yang bakal dibahas dalam pertemuan dengan Taliban. Awal bulan ini pemimpin tertinggi Taliban Mullah Haibatullah Akhundzada meyakinkan komunitas internasional bahwa Afghanistan tidak akan dijadikan medan untuk melancarkan serangan terhadap negara lain. Namun dia meminta masyarakat internasional untuk tidak mengintervensi urusan internal negaranya.

“Kami meyakinkan tetangga kami, kawasan dan dunia, kami tidak akan mengizinkan siapa pun menggunakan wilayah kami untuk mengancam keamanan negara lain. Kami juga ingin negara lain tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri kami,” kata Akhundzada dalam sebuah pidato pada 6 Juli lalu.

Dia pun meyakinkan bahwa Taliban menginginkan hubungan diplomatik, ekonomi, dan politik yang baik dengan dunia, termasuk AS. “Kami menganggap ini untuk kepentingan semua pihak,” ucapnya.

Bulan lalu, Taliban menuding AS menjadi penghambat terbesar bagi pemerintahan mereka untuk memperoleh pengakuan internasional. “Sejauh menyangkut pengakuan oleh negara-negara asing, saya pikir AS adalah hambatan terbesar,” kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid, 18 Juni lalu, dikutip laman Voice of America.

Menurut Mujahid, AS tak membiarkan negara lain mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan. Washington sendiri masih menolak mengambil langkah apa pun terkait isu pengakuan Taliban.

Mujahid mengklaim, Taliban telah memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan agar diakui pemerintahannya di Afghanistan. Dia mengingatkan semua negara, termasuk AS, mereka perlu menyadari bahwa keterlibatan politik dengan Taliban adalah kepentingan semua pihak. Sebab hanya dengan tindakan semacam itu dunia dapat secara resmi membahas “keluhan” mereka terhadap Taliban.

Mujahid kembali menekankan, Taliban ingin memiliki hubungan baik dengan AS, sejalan dengan kesepakatan yang ditandatangani kedua belah pihak di Doha, Qatar, pada Februari 2020 lalu. “Kami adalah musuh dan memerangi AS selama AS menduduki Afghanistan. Perang itu telah berakhir sekarang,” ucapnya.

Hingga saat ini belum ada satu pun negara yang mengakui pemerintahan Taliban. Beberapa negara Barat, termasuk AS, bahkan masih menerapkan sanksi ekonomi terhadap Afghanistan yang kini dipimpin Taliban, Salah satu penyebab tak diakuinya pemerintahan Taliban adalah karena mereka belum menunjukkan komitmen untuk memenuhi hak-hak dasar warga Afghanistan, terutama bagi kaum perempuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement