Rabu 03 Aug 2022 17:27 WIB

Soal RKUHP, Wamenkumham: Presiden Tekankan Pentingnya Partisipasi Publik

Selain proses pembahasan di DPR berjalan, Kemenkumham akan memasifkan sosialisasi.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya partisipasi publik dalam penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Jokowi menyampaikan itu dalam rapat terbatas (ratas) khusus, Selasa (2/8/2022) kemarin. 

"Memang kita butuh KUHP, tetapi yang kedua, beliau tekankan berulang kali bahwa membuka partisipasi publik seluas-luasnya untuk didengarkan," kata Eddy dalam diskusi daring bertajuk 'Mewujudkan KUHP Baru yang Mampu Menciptakan Keadilan' yang digelar oleh Perhimpunan Advokasi Indonesia (Peradi), Rabu (3/8/2022). 

Baca Juga

Selain proses pembahasan di DPR berjalan, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) akan memasifkan sosialisasi. Sosialisasi dilakukan tidak hanya dilakukan di beberapa provinsi, tetapi di seluruh provinsi dengan mendungan LSM, mahasiswa, dan organisasi masyarakat.

"Jadi, diminta betul-betul meminta masukan dari publik," ujarnya. 

Selain itu, ia juga mengapresiasi adanya masukan dari berbagai pihak terkait draf RKUHP. Masukan-masukan tersebut dinilai penting sebagai wujud nyata dari partisipasi publik.

"Kami membutuhkan orang lain di luar kami tim perumus untuk kembali membaca dan saya kira apa yang  disampaikan pak Luhut (Ketua Umum DPN Peradi, Luhut Pangaribuan) dan teman-teman Peradi itu adalah salah satu bentuk kontribusi nyata dalam partisipasi publik," tuturnya. 

Salah satunya contohnya, yaitu masukan terkait contempt of court. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu sepakat contempt of court memang harus direformulasi. 

"Bahkan mengenai tindakan obstruction of justice, saya baru membuka betul-betul naskah aslinya itu saya kaget juga kok Pak Mulyatno menerjemahkan menghindari penyidikan, padahal dalam bahasa aslinya melarikan diri. Melarikan diri itu konkret, menghindari penyidikan itu kan sangat abstrak," ujarnya.

"Padahal, itu unsur pasal, ya, jadi dia memang itu perlu betul-betul dikoreksi," imbuhnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement