REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media sosial (medsos) kini menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, negara sebagai pihak berwenang harus dapat melakukan pengawasan terhadap medsos.
Hal itu disampaikan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat saat menjadi pembicara dalam kuliah umum di Bali. Arief menjelaskan the founding fathers saat merumuskan Pasal 33 UUD 1945 mengatakan bahwa semua yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Pada saat itu, menurutnya the founding fathers baru memikirkan sumber daya alam sebagai yang menguasai hajat hidup orang banyak.
"Tapi saat ini, bukan hanya masalah sumber daya alam yang disebut menguasai hajat hidup orang banyak. Listrik ternyata juga menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga harus dikuasai oleh negara. Termasuk juga media sosial menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga harus diawasi oleh pihak berwenang," kata Arief dalam keterangan yang dikutip Republika pada Sabtu (6/8/2022).
Arief mendukung langkah Kementerian Kominikasi dan Informatika (Kominfo) dalam pengawasan medsos. Bahkan ia meyakini pemblokiran terhadap sejumlah konten pantas dilakukan demi kepentingan bangsa.
"Kominfo dapat melakukan take down terhadap ujaran kebencian pada media sosial, dengan cara memblokir. Kalau tidak, maka ini akan sangat berbahaya untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ujar Arief.
Di sisi lain, Arief menerangkan gambaran peradaban manusia dari peradaban yang sangat sederhana yang disebut dengan hunting society beralih pada agrarian society. Kemudian terjadinya revolusi industri dengan ditemukan mesin uap, listrik dan lainnya. Bertahun-tahun kemudian menuju pada information society dengan ditemukan komputer dan sebagainya, hingga peradaban saat ini yang disebut era 5.0 atau super smart society yang mengalami perkembangan luar biasa.
"Seperti dilakukan MK sekarang yang tengah mengembangkan teknologi digital. Tapi apakah semua bidang kehidupan akan digantikan dengan teknologi digital? Malah pada era 5.0 sekarang, manusia akan digantikan oleh robot. Ternyata tidak. Semuanya harus tetap berbasis pada human being," ucap Arief.
Lebih lanjut, Arief memandang tetap ada sisi positif dan negatif dari teknologi informasi. Untuk sisi positifnya, kata Arief, sangat terasa pada era pandemi sehingga walau orang tidak bisa bertemu secara daring. MK pun masih melakukan persidangan daring hingga sekarang.
Sedangkan sisi negatif teknologi, lanjut Arief, banyak yang tidak bertanggung jawab melalui penggunaan media komunikasi seperti WhatsApp, Twitter, Instagram. Arief menyinggung era disebut post-truth yaitu sesuatu yang tidak benar, namun diulang-ulang di media sosial, maka itu akan menjadi kebenaran.
"Ujaran kebencian dan narasi negatif yang bertujuan memecah belah bangsa banyak berseliweran di media sosial. Belum lagi hal tersebut banyak dibagikan dan disebarluaskan tanpa ada cek kembali," ucap Arief.