REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Pihak berwenang di Myanmar telah menahan mantan duta besar Inggris. Seorang sumber mengatakan, Vicky Bowman, yang saat ini menjalankan Centre for Responsible Business (MCRB) dan suaminya, Htein Lin, seorang seniman Burma dan mantan tahanan politik, ditahan pada Rabu (23/8/2022).
Sumber yang mengetahui situasi tersebut mengatakan, Bowman dan suaminya telah didakwa dengan pelanggaran imigrasi. Penangkapan itu terjadi setelah Inggris menjatuhkan sanksi baru untuk menargetkan bisnis terkait militer di Myanmar.
"Kami prihatin dengan penangkapan seorang wanita Inggris di Myanmar. Kami berhubungan dengan pihak berwenang setempat dan memberikan bantuan konsuler," ujar juru bicara kedutaan Inggris di Yangon yang berbicara dengan syarat anonim.
Bowman menjabat sebagai duta besar untuk Myanmar dari 2002-2006, dan memiliki pengalaman lebih dari tiga dekade di negara itu. Sementara, suaminya, Htein Lin adalah salah satu seniman paling terkenal di Myanmar dan seorang aktivis veteran yang dipenjara selama 6,5 tahun antara 1998 dan 2004, karena menentang junta.
Sebuah sumber mengatakan, Htein Lin dan Bowman telah ditahan dan dikirim ke penjara Insein. Ini adalah penjara terkenal di pinggiran Ibu Kota komersial Yangon dan menjadi tempat tahanan politik. Sumber itu menambahkan putri kecil Bowman dan Htein Lin dalam keadaan aman dan sehat.
Bowman adalah orang asing terakhir yang ditahan di Myanmar. Sebelumnya seorang ekonom Australia dan penasihat Aung San Suu Kyi, Sean Turnell, serta pembuat film lepas Jepang, Toru Kubota hingga kini masih ditahan. Pemerintah Australia dan Jepang telah meminta mereka untuk dibebaskan.
Inggris mendukung pengusutan kasus genosida yang dilakukan militer Myanmar terhadap Rohingya di Mahkamah Internasional. Inggris adalah negara keempat setelah Maladewa, Belanda dan Kanada, yang berkomitmen mendukung secara formal kasus yang dibawa oleh Gambia terhadap Myanmar, untuk menentukan apakah militernya melakukan operasi genosida terhadap Muslim Rohingya pada 2016 dan 2017.
Myanmar berada dalam kekacauan politik dan ekonomi sejak militer menggulingkan pemerintah sipil terpilih pada awal 2021. Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, lebih dari 15 ribu orang telah ditangkap dan 12.119 masih ditahan. Junta mengklaim bahwa angka itu dilebih-lebihkan.