REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 24,17 triliun untuk bansos sebagai bantalan dampak rencana pengurangan subsidi BBM. Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengatakan, walaupun secara eksplisit tidak dikatakan langsung bahwa bansos tersebut untuk mengantisipasi kenaikan BBM bersubsidi, klausa seperti 'pengurangan subsidi BBM' atau 'subsidi BBM membebani APBN', konsekuensinya adalah kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Saya sendiri tidak yakin pemerintah akan ngotot untuk menaikkan harga BBM tersebut," kata Mulyanto kepada Republika, Selasa (30/8/2022).
Ia mengatakan, keyakinan tersebut didasarkan atas sejumlah pertimbangan. Pertama, harga migas dunia yang cenderung turun.
Selain itu, menurut Mulyanto tingkat inflasi saat ini yang masih tinggi. Ditambah dampak pandemi yang membuat kondisi belum benar-benar pulih.
Selain itu, politikus PKS itu meyakini pemerintah tidak akan menaikan harga B karena urplus anggaran pada semester I. Kemudian efisiensi anggaran yang masih dapat dilakukan pada program kementerian/lembaga termasuk untuk IKN dan kereta cepat Jakarta-Bandung. Serta dampak sosial bagi masyarakat.
"Pemerintah pada saatnya akan mengambil opsi pembatasan dan pengawasan ketat distribusi BBM bersubsidi," ujarnya.
Berbagai gelombang penolakan kenaikan BBM telah terjadi di sejumlah tempat. Ia meminta pemerintah untuk segera menghentikan sinyal menaikan harga BBM.
"Secara politik, demo-demo sudah mulai terjadi. Ini akan terus memanas, bila sinyal dari pemerintah terkait rencana kenaikan BBM bersubsidi tidak dimatikan," ungkapnya.