REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang masa restrukturisasi kredit dengan pendekatan berbasis individu bagi para debitur dinilai tepat. Meski saat ini kondisi makro ekonomi Indonesia terus menunjukkan perbaikan, namun dampak negatif pandemi Covid-19 masih dirasakan oleh banyak sektor usaha di Tanah Air.
"Langkah OJK memperpanjang restrukturisasi kredit bagi kami merupakan langkah tepat. Apalagi OJK menggunakan pendekatan baru berbasis individu debitur yang menurut kami bisa memastikan jika kebijakan restrukrisasi kredit tersebut memang tepat sasaran,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi dalam keterangannya, Kamis (8/9/2022).
Dia menjelaskan, dampak pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir tidak bisa hilang begitu saja. Menurutnya, pelaku usaha masih mulai merangkak bangkit setelah hampir dua tahun sektor usaha mereka tiarap karena pelambatan ekonomi akibat pandemi.
"Jadi ibaratnya para pelaku usaha ini terutama di sektor UMKM mulai merintis kembali usaha mereka, sehingga sebagian besar kondisinya masih tidak sebagus sebelum masa ada pandemi. Jadi ya layak jika kebijakan restrukturisasi kredit dari OJK diperpanjang,” katanya.
Kendati demikian, kata Fathan, berdasarkan laporan OJK saat ini terdapat besaran kredit restrukturisasi dan jumlah debitur terus bergerak melandai. Jika pada pada Juni 2022 besaran kredit restrukturisasi berjumlah Rp 576,17 triliun, maka pada bulan Juli 2022 turun menjadi Rp 560,41 triliun. Pun juga dengan jumlah debitur, jika pada Juni ada 2,99 juta entitas, maka pada bulan Juli 2022 turun menjadi 2,94 juta entitas.
"Yang patut disyukuri besaran kredit restrukturisasi dan jumlah debitur dari sektor UMKM juga menurun. Besaran kredit turun dari Rp 204 triliun di bulan Juli menjadi Rp 196,4 triliun di bulan Juli," ujar dia.
Indikator tersebut, lanjut Fathan, menjadi penanda jika memang telah terjadi perbaikan iklim usaha seiring kemampuan Indonesia keluar dari situasi sulit akibat pandemi. Maka tepat jika kemudian OJK melakukan pendekatan baru dalam memperpanjang masa restrukturisasi kredit ini.
"Jadi menurut kami ini respons cepat dari OJK untuk memastikan agar kebijakan restrukturisasi kredit ini tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Yang hanya ingin memanfaatkan kebijakan restrukrisasi kredit untuk keuntungan jangka pendek," katanya.
Politikus PKB ini menilai, dengan pendekatan berbasis individu, maka bisa dipastikan jika debitur restrukrisasi kredit memang dalam situasi tidak memungkinkan membayar kredit mereka tepat waktu. Pendekatan ini penting karena bisa jadi meskipun sektor usaha debitur secara umum membaik, namun situasi individu pelaku usaha masih sulit.
"Jadi ini merupakan pendekatan yang tepat agar tidak terjadi penyelewengan di satu sisi, sedangkan di sisi lain memastikan jika pelaku usaha benar-benar terlindungi," ujar Fathan.
OJK sebelumnya menyatakan berencana memperpanjang program relaksasi kredit yang akan berakhir Maret 2023. Namun, OJK memastikan perpanjangan restrukturisasi kredit tidak dilakukan di seluruh sektor.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, dalam perpanjangan ini OJK akan mencermati secara detail per sektor, mulai dari segmentasi pasarnya, geografis, bahkan hingga individu debitur yang dinilai masih memerlukan restrukturisasi kredit. Beberapa sektor yang menjadi perhatian OJK yakni akomodasi dan makanan minuman, perhotelan, serta real estate dan sewa. Sektor-sektor tersebut dinilai masih membutuhkan waktu untuk pulih sehingga perlu perpanjangan relaksasi kredit.
Saat ini OJK sedang melakukan survei sekaligus studi tahap akhir sebelum memutuskannya. Keputusan akhir akan diambil ketika semua sudah final yang diperkirakan rampung dalam kurun satu hingga dua bulan ke depan.