REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Dessy Suciati Saputri, Rizky Suryarandika
"UUD 1945 tidak mengatur secara eksplisit. Saya tidak dalam konteks mengatakan boleh atau tidak boleh. Saya hanya menyampaikan, yang diatur secara eksplisit dalam UUD 1945 itu soal presiden atau wakil presiden menjabat 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali selama 1 periode dalam jabatan yang sama,” kata Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono dalam keterangannya Senin (12/9/2022).
Meski pernyataan Fajar itu kemudian diklarifikasi oleh MK bahwa itu bukan sikap resmi MK secara institusi, wacana presiden yang telah menjabat dua periode bisa mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres) kadung membuat gaduh republik ini. Tafsir Fajar atas Pasal 7 UUD 1945 sempat dinilai tidak tepat dan bahkan tendensius.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedy Kurnia Syah, wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) maju sebagai cawapres, tidak mungkin dari sisi kelaziman. Menurutnya wacana tersebut akan munculkan kesan Presiden Jokowi mengejar kekuasaan jika maju kembali sebagai cawapres.
"Menjaga wibawa Presiden Jokowi, akan kental nuansa mengejar kekuasaan jika kembali mengikuti kontestasi di cawapres," kata Dedi kepada Republika, Jumat (16/9/2022).
Menurut Dedi, konstitusi tidak melarang presiden mencalonkan diri kembali sebagai cawapresn. Hanya saja menurutnya memprihatinkan jika nantinya Jokowi mencoba peruntungan di Pilpres 2024 sebagai cawapres.
"Memang tidak ada larangan, tetapi cukup memprihatinkan karena menihilkan regenerasi yang sebenarnya kita punya banyak tokoh potensial dan punya kapasitas," ucapnya.
Selain itu ia melihat potensi kekalahan bisa lebih besar jika duet Prabowo-Jokowi terealisasi. Hal tersebut mengingat tren elektabilitas Prabowo yang stagnan meskipun tinggi, sementara Jokowi juga alami penurunan kepercayaan publik.
"Jika kemudian memaksa diri ikut pencawapresan, maka kelompok kontra akan semakin besar," ujarnya.
Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, juga menilai akan menjadi sebuah keanehan jika seorang presiden yang lengser kemudian maju sebagai cawapres. Menurutnya, masyarakat akan merasa heran dan mempertanyakan etika politik dan kepemimpinannya.
"Pertanyaannya apakah Jokowi mau melakukanya," kata Guspardi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/9/2022).
Menurutnya, secara normatif tidak ada yang salah dari pernyataan jubir MK menyebut presiden yang telah terpilih dua periode masa jabatan boleh mencalonkan kembali sebagai cawapres dalam pemilu. Dalam UUD 1945, Pasal Pasal 7, secara eksplisit hanya menyebutkan Presiden atau Wakil Presiden menjabat lima tahun dan sesudahnya hanya dapat dipilih kembali selama satu periode dalam jabatan yang sama.
Namun, menurut Guspardi, tradisi ketatanegaraan akan rusak jika orang yang sudah menjabat sebagai presiden dua periode lantas menjadi wapres. Karena itu menurut Guspardi, walau secara aturan tidak ada larangan bagi Jokowi maju sebagai cawapres, tetapi secara etika politik kurang elok.
"Dari segi etika kempemimpinan, sangat tidak pas seorang yang telah menjabat sebagai presiden dua periode mencalonkan jadi wakil presiden, sekaligus akan mereduksi kewibawaan dan membuat harga diri beliau dipertaruhkan," kata Guspardi.