REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis gizi klinis dr. Krisnugra Ramadhani Rasyi, M.Gizi, Sp.GK menganjurkan agar masyarakat mengonsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) sesuai dengan kebutuhan tubuh individu sehingga dapat terhindar dari kemungkinan terjadinya penyakit tidak menular (PTM). "Apabila kita mengonsumsi GGL yang berlebihan, tentu akan memberikan dampak kesehatan di masa yang akan datang. Dampak ini bisa memberikan pengaruh baik secara pekerjaan kita maupun dalam kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu penuhilah kebutuhan GGL sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh, jangan berlebihan," kata dokter dari RSUP Persahabatan itu dalam diskusi daring, di Jakarta, Selasa (4/10/2022).
Merujuk pada panduan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Krisnugra menyebutkan bahwa asupan gula harian sebaiknya kurang dari 10 persen dari total kalori, sedangkan gula tambahan tidak boleh lebih dari 5 persen per hari dari total kalori. Konsumsi garam yang dianjurkan sebanyak 2.000 miligram natrium per hari, setara dengan 5 gram garam sehari atau sekitar 1 sendok teh. Sementara untuk lemak, WHO menganjurkan tidak boleh mengonsumsi lemak jenuh lebih dari 10 persen, batas lemak trans hanya 1 persen saja, serta lemak tidak jenuh boleh dikonsumsi sampai 20 persen.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga memiliki pedoman batasan asupan GGL yang dapat dikonsumsi setiap orang dalam sehari dengan rumus G4G1L5, yang kurang lebih sama dengan rekomendasi WHO. G4G1L5 terdiri dari gula 4 sendok makan, garam 1 sendok teh, dan lemak 5 sendok makan. Krisnugra mengatakan rekomendasi asupan GGL tersebut pada dasarnya dikondisikan secara umum. Konsumsi GGL mungkin bisa kurang dari anjuran itu dan menyesuaikan kebutuhan individu apabila mengalami penyakit seperti diabetes, hipertensi, peningkatan kadar kolesterol, dan seterusnya.
Ia juga mengingatkan bahwa konsumsi GGL berlebihan dapat menyebabkan risiko menderita penyakit tidak menular seperti obesitas, diabetes, hipertensi, peningkatan kolesterol, penyakit kardiovaskuler, penyakit serebrovaskuler, hingga gangguan pada ginjal atau hati. "PTM itu dapat menyebabkan tingginya angka kematian dan angka kesakitan, baik yang ada di dunia maupun di Indonesia," katanya.
Apabila seseorang sudah terjebak dan sulit untuk menghentikan kebiasaan buruk mengonsumsi GGL berlebih, Krisnugra membagikan sejumlah kiat yang dapat dilakukan, yang dimulai dari melatih diri untuk membangun kebiasaan konsumsi GGL sesuai dengan kebutuhan individu. Ketika membeli makanan dan minuman dalam kemasan, Krisnugra mengingatkan agar masyarakat senantiasa mengecek kembali jumlah kandungan GGL. Konsumsi camilan dalam kemasan bisa dibatasi dengan cara memakan makanan gizi seimbang secara teratur serta minum jus buah murni tanpa bahan tambahan, terutama diolah sendiri alih-alih membeli.
"Dan itu dimulai dari dini, mulai dari sekolah-sekolah, anak-anak. Karena anak-anak itu kalau nanti kebiasaannya mengonsumsi GGL tinggi, maka biasanya akan terbawa sampai dewasa," kata Krisnugra.