REPUBLIKA.CO.ID, SOFIA -- Bulgaria merupakan pintu gerbang ke Eropa di sisi timur dunia dan pusat politik Balkan. Negara ini juga digambarkan sebagai jembatan yang menghubungkan Timur dan Barat selama berabad-abad dan meninggalkan sejarah dengan bukti yang masih terjaga, terutama tentang peradaban Islam.
Jumlah Muslim di Bulgaria saat ini diperkirakan mencapai 1,5 juta. Tetapi jumlah ini jauh lebih banyak sebelum Ottoman meninggalkannya, pada 1877 M. Muslim di Bulgaria telah menghadapi berbagai kondisi. Menurut mantan Duta Besar Yaman untuk Bulgaria Abdul Razzaq al-Amrani, Muslim di negara ini telah mencapai titik penganiayaan selama masa pemerintahan komunis, kemudian bubar.
"Tahap terburuk yang dialami umat Islam di Bulgaria adalah selama pemerintahan komunis, pada periode antara 1944-1989, ketika mereka dirampok identitasnya dan agama dilucuti dengan paksa. Hanya dalam dua bulan, pemerintahan ini mengusir lebih dari 300.000 Muslim Bulgaria keturunan Turki," ucap Al-Amrani di sela-sela Pameran Buku Arab Internasional Istanbul pada awal Oktober.
Dilansir di Daily Sabah, Kamis (13/10), pihak berwenang Bulgaria pada 1985 memaksa Muslim mengubah nama dan agama mereka, merampas uang dan harta benda, belum lagi menjarah dan menyita masjid dan mengubahnya menjadi diskotik dan toko.
Al-Amrani menyebut menara-menara dibangun di Bulgaria sebelum dibangun di Istanbul, ketika Islam masuk ke Bulgaria sebelum penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Mehmed Sang Penakluk pada tahun 1453.
Dalam bukunya, tertulis pula ada orang yang mengatakan barang antik dan prasasti Islam dan Arab ditemukan di Bulgaria, yang menunjukkan masuknya Islam ke sana sebelum penaklukan Ottoman.
“Beberapa sejarawan mengkonfirmasi, berdasarkan fakta sejarah bahwa penduduk wilayah Rudbe di Bulgaria selatan, Pomak, dianggap sebagai keturunan Bani Umayyah yang mengepung Konstantinopel pada saat itu, dan tidak dapat memasukinya, sehingga beberapa dari mereka melanjutkan perjalanan menuju Bulgaria dan menetap di sana dan menyebarkan Islam," lanjut dia.
Oleh karena itu, untuk mengingat kembali hubungan intim antara Islam, Ottoman, Bulgaria dan Arab, ini menjadi salah satu alasan utama yang mendorongnya mempersiapkan buku miliknya yang berjudul 'Bulgaria from the Eastern Corner'.
Dalam buku ini, al-Amrani menjelaskan Muslim di Bulgaria berasal dari sisi timur, serta merinci asal-usul mereka, jumlah, distribusi, kondisi yang mereka lalui, serta kesulitan dan masalah yang dialami umat Islam di Bulgaria, sejak keluarnya Ottoman sampai sekarang.
Asal-usul Muslim Bulgaria disebut berasal dari beberapa negara dan bangsa. Mayoritas adalah keturunan Turki mengingat jumlah Muslim Turki mencapai 60 persen, diikuti oleh Muslim Pomak sebesar 25 persen, kemudian Muslim Romani sebesar 15 persen dan Tatar yang merupakan persentase kecil dari Muslim.
Penulis ini lantas menunjukkan pusat populasi Muslim terbesar terkonsentrasi di sekitar dua wilaya. Ttitik pertama terletak di timur laut Bulgaria, di mana alun-alun "Ruse, Silistra, Varna, Shumen" berada, sedangkan wilayah kedua terletak di selatan Bulgaria di Pegunungan Rhodope.
Sekitar 80 persen orang Turki Bulgaria tinggal di dua wilayah ini, sementara 90 persen Muslim Pomak tinggal di wilayah Rhodope Barat. Muslim juga tersebar di daerah yang dekat dengan perbatasan barat, Serbia, Makedonia, Yunani dan Turki.
"Muslim Bulgaria umumnya dicirikan oleh sifat pedesaan mereka, karena kebanyakan dari mereka bekerja di pertanian," menurut al-Amrani. Jumlah Muslim di Bulgaria, yang paling mendekati akurasi, disebut sebanyak satu setengah juta, berdasarkan apa yang dilaporkan oleh Mufti Bulgaria.
Jumlah masjid di Bulgaria adalah 1.283 dan terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah masjid-masjid yang melaksanakan shalat lima waktu dan tidak melaksanakan shalat Jum’at, sejumlah 126. Kategori kedua adalah masjid-masjid yang melaksanakan shalat lima waktu dan shalat Jum'at maupun Idul Fitri, sejumlah 1.157 masjid.
Al-Amrani menunjukkan ada sejumlah besar masjid yang telah ditutup sejak pemerintahan komunis. Beberapa di antaranya telah diubah menjadi toko dan museum dan tidak ada yang dapat membukanya kembali. Pemerintah Bulgaria berturut-turut mengatakan jumlah saat ini masjid sudah cukup bagi umat Islam.
Mengenai situasi umat Islam di Bulgaria saat ini, mantan Duta Besar Yaman Abdul Razzaq Al-Amrani mengatakan setidaknya dari sisi resmi tidak ada pelecehan, melainkan perilaku individu atau partisan yang bermusuhan, seperti partai sayap kanan 'Ataka' yang dari waktu ke waktu melecehkan umat Islam, seperti sebelumnya memprotes suara pengeras suara dan doa di luar masjid.
Namun, al-Amrani menekankan situasi Muslim saat ini di Bulgaria jauh lebih baik daripada di masa lalu. Saat ini mereka memiliki rumah atau organisasi untuk fatwa dan institusi, serta mereka telah mendapatkan kembali sebagian kecil dari hak material dan moral.
Muslim Bulgaria masih menyongsong masa depan yang lebih baik, terutama para pemuda masa kini yang ingin belajar membaca Alquran di masjid-masjid dan menjadi lebih berilmu dan berkomitmen terhadap masalah agama, dibandingkan dengan orang tua yang tumbuh pada masanya dengan larangan komunisme.
Terutama generasi muda yang memilih meninggalkan Bulgaria untuk belajar atau bekerja di Eropa Barat, mereka kembali dengan komitmen lebih kuat pada agama. Hal ini mengingat di Barat mereka memiliki lebih banyak kebebasan beragama daripada di Bulgaria.
"Hari ini, kami berharap kepada orang-orang muda ini untuk membawa obor menuju masa depan yang lebih baik bagi umat Islam di Bulgaria, untuk bekerja menyatukan barisan mereka, mengatasi tantangan dan mendapat manfaat dari keseimbangan antara Islam dan beberapa aspek masyarakat Bulgaria," lanjut al-Amrani.