REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD optimistis Pemilu 2024 bakal terselenggara sesuai jadwal. Hanya saja, dia pesimistis pesta demokrasi itu terhindar dari praktik politik uang.
"Bahwa akan terjadi politik uang dan sebagainya, itu masih sangat sulit dihindari," kata Mahfud saat berdiskusi dengan Rocky Gerung di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, yang ditayangkan di RGTV Channel ID, Senin (17/10/2022).
Lantaran sulit menghindari politik uang, Mahfud pun ragu Pemilu 2024 bisa sukses secara substantif sesuai UUD 1945. Sebab, pilihan rakyat akan terpengaruh oleh uang yang disodorkan oleh kontestan pemilu.
"Kalau itu iya, bahwa pemilu akan diikuti oleh rakyat yang banyak bisa dibujuk oleh uang," ujar mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Mahfud menjelaskan, politik uang sulit dihindari karena pendapatan rakyat Indonesia masih rendah. Penjelasannya ini mengacu pada pernyataan mantan Wakil Presiden Boediono saat dikukuhkan sebagai guru besar Universitas Gajah Mada (UGM).
"Pak Boediono mengatakan, jangan harap dong pemilu kita menjadi substantif kalau pendapatan per kapita belum mencapai 5.500 (dolar AS). Itu pasti jual beli (suara) lah, kata Pak Boediono," ujar Mahfud.
Data CEIC menyebut pendapatan per kapita Indonesia pada 2021 sebesar 4.349,17 dolar AS. Dengan mengacu pada pernyataan Boediono itu, Mahfud meyakini Pemilu 2024 bakal diwarnai politik uang, tapi praktik culas itu bakal terus berkurang seiring berjalannya waktu dan terus naiknya pendapatan per kapita Indonesia.
Mahfud menyebut, berdasarkan perhitungan McKinsey, sebuah biro konsultansi manajemen global, pendapatan per kapita Indonesia akan mencapai 23.900 dolar AS pada 2045. "Jadi, (pendapatan per kapita) mencapai 5.000 dolar AS, ya saya kira pada tahun 2035, lah," ujarnya.
Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies Nyarwi Ahmad menyebut pernyataan Mahfud itu cukup masuk akal. Selain masih rendahnya pendapatan per kapita Indonesia, rakyat juga menghadapi laju inflasi dan tekanan ekonomi.
"Godaan pemilih untuk menerima politik uang memang cukup tinggi," ujar Nyarwi dalam keterangannya kepada Republika, Rabu.
Kendati demikian, kata Nyarwi, kemunculan politik uang pada Pemilu 2024 lebih ditentukan oleh perilaku elite politik atau kontestan pemilu. "Jika mereka semakin tertarik menggunakan politik uang untuk memobilisasi pemilih dan semakin tinggi tingkat permisifitas pemilih tersebut pada politik uang, maka eskalasi politik uang dalam Pemilu 2024 mendatang bisa makin meningkat," ujar dosen Komunikasi Politik UGM itu.