REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera kembali memanggil Gubernur Papua, Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. MAKI menilai, jika Lukas mangkir lagi dari panggilan itu, dapat dilakukan penjemputan paksa.
"Mestinya menurut saya itu setelah panggilan pertama mangkir, segera dipanggil kedua, dan kalau tidak datang itu menjemput paksa," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan suara yang diterima di Jakarta, Senin (24/10/2022).
Boyamin menjelaskan, jika pihak yang sudah dua kali dipanggil penyidik dan mangkir tanpa alasan, dapat dilakukan penjemputan paksa. Menurut dia, kondisi kesehatan Lukas tidak bisa menjadi alasan agar orang nomor satu di Papua itu tak dijemput paksa.
Menurut Boyamin, jika Lukas memang harus mendapatkan perawatan medis maka dapat difasilitasi oleh KPK. Namun, hal itu bisa dilakukan setelah penyidik membawa Lukas ke Jakarta. "Kalau toh dalil sakit itu ya dibawa ke rumah sakit untuk dibantarkan, mestinya begitu," jelas Boyamin.
KPK diberitakan segera membentuk tim untuk memeriksa kesehatan tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe di kediamannya di Jayapura, Papua. Tim tersebut untuk membantu memulihkan kesehatan Lukas Enembe sehingga dapat dimintai keterangan oleh penyidik KPK dalam proses penyidikan.
"Kami baru rapat, tim baru rapat kecil tetapi tim itu sudah segera terbentuk. Nanti kalau sudah terbentuk, maka tim ini akan melakukan agenda kegiatan. Yang harus dilakukan untuk memastikan dan sekaligus membantu pemulihan kesehatan para pihak yang keterangannya dibutuhkan oleh KPK," kata Ketua KPK Komjen (Purn) Firli Bahuri di Jakarta, Selasa (18/10/2022).
Dia juga membenarkan bahwa tim penyidik telah bertemu dengan tim kuasa hukum dan dokter pribadi Lukas pada Senin (17/10/2022), membahas kondisi kesehatan terkini Lukas Enembe. Hal tersebut, kata dia, sebagai bagian dari azas pelaksanaan tugas pokok KPK, salah satunya menjunjung tinggi hak asasi manusia.