REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Pandemi Covid-19, peningkatan biaya hidup, perubahan iklim, krisis energi dan pangan, serta ketegangan geopolitik yang terjadi saat ini telah menghadapkan dunia kepada krisis multi-dimensi yang dikenal dengan The Perfect Storm. Terkait krisis energi, kata dia, Indonesia melalui Presidensi G20 juga telah mengajak seluruh negara anggota G20 untuk menghasilkan solusi global atas permasalahan tersebut dengan menjadikan transisi energi sebagai salah satu isu prioritas Presidensi G20 Indonesia.
Dalam Special Event Road to G20 by HIMPUNI bertema Guarding Energy Transition in Indonesia and Beyond: High Level Policy Discussion on Promoting Investment, Financing and Development of Renewable and Green Eenergy, pada Selasa (25/10/2022), secara virtual Airlangga mengatakan, isu krisis energi harus ditangani tanpa mengorbankan proses transisi energi. Ia menegaskan, transisi energi harus adil, terjangkau, dan dapat diakses oleh semua orang.
"Indonesia memiliki komitmen untuk mencapai net zero emissions pada 2060 atau lebih cepat dan target tersebut tidak boleh tergelincir,” tegas Airlangga. Demi mendukung komitmen itu, Indonesia baru-baru ini mendeklarasikan target penurunan emisi.
Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) terbaru, Indonesia menaikkan target pengurangan emisi menjadi 31,89 persen pada 2030 mendatang. Target dukungan internasionalnya sebesar 43,20 persen.
Sejalan dengan rencana transisi energi bersih, sektor industri perlu inovatif dalam akuisisi teknologi dan investasi. Lewat investasi dan teknologi yang tepat, menurutnya Indonesia dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan menghindari kelaparan, anomali cuaca, serta tenggelamnya pulau di Indonesia maupun di Pasifik.
Pemerintah menyadari, energi mendorong perekonomian. Maka transisi energi harus fokus pada pengurangan intensitas karbon dan memberi manfaat bagi setiap rumah tangga.
Mendukung hal tersebut, pemerintah telah menyiapkan beberapa skema, termasuk di bidang carbon pricing dan carbon trading. Selain itu, investasi hijau juga terbukti lebih menarik baik di pasar modal maupun branding publik.
Dengan meminimalkan penggunaan plastik dan digantikan dengan bahan organik, perlahan akan mengubah pola pikir dan masyarakat akan mempertahankan kehidupan yang bersih, hijau, dan lebih berkelanjutan. Bidang lain yang sedang gencar digalakkan Pemerintah adalah penggunaan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
“Kita ingin memimpin dengan memberi contoh. Maka Indonesia terus mempromosikan ekosistem EV karena kebijakan ini diharapkan akan menjadi kunci revolusi masa depan,” ujar dia.
Selain itu, KTT G20 di Bali akan menjadi saksi komitmen kuat Indonesia untuk mengatasi masalah iklim dengan membatasi akses kendaraan konvensional dan menyediakan lebih banyak akses kendaraan listrik. “Hanya ada satu kunci untuk memastikan keberhasilan transisi energi, yaitu kerja sama dan kemitraan. Publik, swasta, dan Badan Usaha Milik Negara harus memiliki andil dalam proyek ini,” tutup Airlangga.