Kamis 03 Nov 2022 19:35 WIB

Dinkes Jabar Mulai Distribusikan Obat Penawar Gagal Ginjal Akut

Tingkat kematian akibat gangguan ginjal tidak sedikit.

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Kasus gagal ginjal akut (GGA) terus meningkat, masyarakat diminta untuk meningkatkan kewaspadaan sejak dini. Ilustrasi.
Foto: Republika
Kasus gagal ginjal akut (GGA) terus meningkat, masyarakat diminta untuk meningkatkan kewaspadaan sejak dini. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG---Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menerima obat dan sudah didistribusikan ke dua rumah sakit. Yakni, ke RSUP dr Hasan Sadikin sebanyak tiga vial dan RS Hafiz Cianjur sebanyak dua vial. 

Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jabar dr Ryan Bayusantika Ristandi, kasus gangguan ginjal akut di Jawa Barat hingga akhir Oktober 2022 ini sudah bertambah menjadi 52 kasus dengan 21 kasus kematian.  "Sisanya 17 kasus tengah diobati, sembilan kasus ditemukan penyebabnya, sisanya lima kasus dinyatakan sembuh," ujar Ryan, Kamis (3/11/2022).

Baca Juga

Ryan mengatakan, tingkat kematian akibat gangguan ginjal tidak sedikit. Pihaknya pun, telah mendistribusikan obat pada 28 Oktober lalu. "Obatnya antidotum/penawar zat toksik," katanya. 

Dalam pemberian dosis untuk keracunan etilen glikol atau metanol, kata dr Ryan, diberikan dosis melalui infus intravena lambat selama 30 menit sebesar 15 mg/kg berat badan. Lalu, diikuti dengan dosis sebesar 10 mg/kg berat badan setiap 12 jam sebanyak 4 dosis.

"Kemudian, beri lagi 15 mg/kg berat badan setiap 12 jam sampai kadar etilen glikol atau metanol tidak terdeteksi, berkurang hingga di bawah 20 mg/dL, dan tak lagi menunjukkan gejala keracunan," paparnya. 

Saat menjalani cuci darah, kata dia, frekuensi pemberian dosis harus ditingkatkan setiap 4 jam. Ketika 1 – 3 jam setelah hemodialisis, berikan setengah dosis. Setelah 4 jam, berikan satu dosis fomepizole. "Untuk dosis pemeliharaan setelah hemodialisis, berikan dosis 12 jam dari dosis terakhir yang diberikan," katanya.

Sebelumnya, Plt Direktur Utama RSHS dr Yana Akhmad mengatakan, tingkat kematian gangguan ginjal akut tingkat kematiannya tinggi lebih dari 50 persen. "Insya Allah ada hasil penelitiannya dan penyebab. Kami kampanyekan hati hati dengan obat-obat sirup yang ada meski tak panik," katanya. 

Saat ini pihaknya sedang fokus pada gangguan ginjal akut."Mudah-mudahan ini kan sudah ditangani betul oleh dinkes dan sudah ada pedoman-pedoman baik pedoman untuk penanganan tapi walau sudah ada titik terang penyebabnya dan lebih baik mencegah," katanya. 

Prinsipnya sudah ada titik terang penyebabnya apa. Dan itu yang harus dicegah. "Sudah tahu mana sirup boleh dan enggak. Satu sisi meningkatkan penanganan. Kasus ini kan kasus umum tapi perlu penanganan khusus dan mesti disiapkan," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement