Kamis 03 Nov 2022 00:15 WIB

Pakar Dorong Pemerintah Cari Faktor Lain Penyebab Gagal Ginjal Akut

Pakar mendorong pemerintah untuk mencari faktor lain penyebab gagal ginjal akut anak.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi Gagal Ginjal Akut. Pakar mendorong pemerintah untuk mencari faktor lain penyebab gagal ginjal akut anak.
Foto: republika/mgrol100
Ilustrasi Gagal Ginjal Akut. Pakar mendorong pemerintah untuk mencari faktor lain penyebab gagal ginjal akut anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan RI mencatat sudah ada 304 kasus gagal ginjal akut pada anak yang teridentifikasi di 27 Provinsi hingga Senin (31/10/2022). Dengan ratusan kasus tersebut, tingkat kematian mencapai 52 persen dan golongan usia pasien didominasi dari bayi dengan usia di bawah lima tahun (balita).

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan perlu ada analisa lebih lanjut terkait penyebab gagal ginjal akut pada anak. Menurutnya, harus dipastikan apakah anak yang terkena gagal ginjal akut memang benar mengonsumsi obat sirop yang diduga mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

Baca Juga

"Apakah ke 304 pasien ini memang semua mengkonsumsi lima obat yang jelas tercemar itu (atau mungkin nanti ada tambahan obat lain)," ujar Tjandra dalam keterangan, Rabu (2/11/2022).

Karena, masalah akan jauh lebih rumit bila dari ratusan anak tersebut ada yang tetap jatuh sakit bahkan meninggal, padahal tidak meminum obat sirop yang dilarang. Oleh karenanya, tidak terlalu tepat bila kesimpulan diambil hanya berdasar data dari beberapa anak saja, padahal total kasus sudah 304 kasus.

"Kita jadi perlu tahu secara amat rinci tentang obat apa saja yang di minum oleh masing-masing dari 304 anak ini. Lalu tentu perlu di cek satu persatu obat-obat yang sudah diminum para pasien anak itu selama ini, apakah memang aman, atau ada yang kadar EG dan DEG nya melebihi batas aman juga, atau barangkali ada hal-hal lain di obat itu yang dapat dihubungkan dengan terjadinya gagal ginjal akut pada mereka," kata Tjandra.

Analisa yang juga mungkin perlu dilakukan adalah menilai apakah ada faktor lain di luar obat yang mungkin jadi penyebab, baik itu infeksi, atau faktor lingkungan, atau kebiasaan tertentu dll.

Untuk analisa ini maka tentu perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE) yang amat ketat pada setiap dari 304 anak itu, termasuk bagaimana keadaan di rumahnya, atau tempat bermain, atau disekolahnya kalau sudah sekolah dll.

"Akan baik kalau dikeluarkan analisa dalam bentuk semacam tabel lengkap dari 304 kasus ini, masing-masing dituliskan informasi demografinya, lalu informasi perjalanan penyakitnya, lalu obat-obat apa saja yang dikonsumsi sebelum sakit pada setiap anak itu dan juga berbagai faktor lain yang mungkin mempengaruhi terjadinya penyakit," ujar Mantan Dirjen P2P Kemenkes RI tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement