REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil temuan survei terkait kekuatan suara dukungan Anies dari beberapa partai, baik pendukung dan pengusung seperti Nasdem, Demokrat dan PKS dan partai lain. Dari rilis temuan itu menunjukkan suara dukungan Anies ternyata terdistribusi di banyak partai, sementara dari Nasdem justru dukungan ke Anies belum efektif.
Hal ini dipaparkan oleh pendiri SMRC, Saiful Mujani dalam program ’Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ yang bertajuk ”Anies Bantu Elektabilitas Nasdem?”, Kamis, (10/11/2022). “Suara Anies terdistribusi hampir merata di banyak partai,” kata Saiful.
Survei SMRC ini dilakukan secara tatap muka setelah deklarasi Nasdem untuk mendukung Anies Baswedan sebagai calon presiden. Survei dilakukan mulai 3 sampai 9 Oktober 2022. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam simulasi lima nama, Anies mendapatkan dukungan 23,6 persen.
Sementara Ganjar Pranowo didukung 30,5 persen suara, Prabowo 25,7 persen, Puan Maharani 5,1 persen, dan Airlangga Hartarto 2,4 persen. "Namun masih ada 12,7 persen yang belum menyatakan pilihan," imbuhnya.
Selain itu, lanjut Saiful, survei ini menemukan dari total 23,6 persen pemilih Anies, hanya 12 persen di antaranya yang menyatakan memilih Nasdem. Perolehan suara Nasdem dari pemilih Anies sama dengan dukungan pemilih Anies pada PDIP sebesar 12 persen, kemudian Gerindra 12 persen, dan Demokrat sebesar 11 persen.
"Distribusi suara Anies yang paling banyak terjadi pada PKS. Partai ini mendapatkan sekitar 20 persen pemilih Anies. PKS yang paling diuntungkan oleh suara Anies, walaupun partai ini belum melakukan deklarasi mendukung Anies sebagai calon presiden mereka," paparnya.
Sementara ini, kata Saiful, Nasdem belum mengambil keuntungan atau belum terlihat cukup menonjol untuk mampu menampung suara pendukung Anies. “Nasdem tidak berbeda dengan Gerindra dan PDIP, bahkan kalah oleh PKS dalam menarik suara Anies,” ujarnya.
Saiful juga memaparkan, simulasi tiga nama, hasilnya urutan perolehan suara tidak banyak berubah. Ganjar mendapat 32,1 persen suara, Prabowo 27,5 persen, dan Anies 26 persen. Namun dalam simulasi tiga nama, suara Anies tetap lebih banyak ditarik oleh PKS, 18 persen, disusul PDIP 13 persen, Gerindra 12 persen, Nasdem 11 persen, dan Demokrat 10 persen.
"Jumlah suara PDIP, Gerindra, Nasdem, dan Demokrat dari pemilih Anies tersebut tidak berbeda signifikan. Empat partai ini seimbang dalam menarik suara Anies,” jelas Saiful.
Saiful juga menyimpulkan dalam dua simulasi, 5 dan 3 nama, suara Anies paling banyak diserap oleh PKS. Sementara Nasdem, ungkap dia, walaupun sudah mendeklarasikan Anies, belum efektif menyerap suara pemilih Anies.
Bahkan, PKS yang mendapatkan suara terbanyak dari pemilih Anies hanya berbeda sekitar 5 persen dari yang diperoleh PDIP. Ini, menurut Saiful, membuktikan bahwa pemilih Anies berafiliasi ke partai-partai yang tidak mencalonkannya.
"Ini menunjukkan bahwa karakteristik pemilih Indonesia ditandai dengan ikatan antara pemilih pemilih presiden sangat longgar dengan partai politik," ujarnya.
Menurut Saiful, ketiga nama teratas sebenarnya memiliki perolehan suara yang seimbang. Prabowo dan Anies bahkan mendapatkan dukungan yang tidak berbeda secara statistik. Dia menambahkan bahwa dukungan 23,6 persen pada Anies dalam simulasi lima nama atau 26 persen dalam simulasi tiga nama adalah jumlah yang cukup besar, angka ini jauh lebih besar dari dukungan pada partai-partai politik.
Angka ini bahkan hampir tiga kali lipat dari suara Nasdem di parlemen saat ini yang mencapai 9,1 persen. Karena itu, jika Nasdem mendapatkan setengah saja dari suara Anies, angka itu sudah sangat besar untuk partai tersebut.
"Harapan maksimal dari Nasdem dan partai-partai lain yang mendukungnya adalah Anies menjadi presiden. Harapan minimalnya adalah bahwa Anies Baswedan setidak-tidaknya membantu partai yang mendeklarasikan tersebut," terangnya.
Saiful melihat, bahwa target Nasdem untuk mengalahkan Golkar atau Gerindra dan mendapatkan dukungan sekitar 15 persen suara bisa tercapai jika mereka bisa menarik suara pendukung Anies secara lebih efektif.
Saiful menjelaskan, mengapa suara PKS juga Gerindra mampu menarik suara pemilih Anies, karena kedua partai tersebut selama ini dekat dengan Anies. Sementara Nasdem, menurut Saiful, seperti banting stir.
"Awalnya Nasdem mendukung Ahok yang berhadapan dengan Anies di Pilkad DKI Jakarta 2017. Sementara PKS konsisten mendukung Anies sampai hari ini," imbuhnya.
Saiful menyatakan, bahwa masih minimnya dukungan pemilih Anies pada Nasdem karena partai ini mengubah warna atau wajah dari pemilih Nasdem itu sendiri ketika mendeklarasikan Anies sebagai bakal calon presiden.
"Ada sebagian dari pemilih Nasdem yang kurang senang dengan keputusan partai tersebut, bahkan ada elitnya yang menyatakan mengundurkan diri.
Saiful melihat, karakter pemilih Anies cukup unik, umumnya berasal dari luar Jawa dan Muslim. Segmen pemilih ini cukup besar. Ada peluang bagi Anies untuk memperkuat suara dari segmen ini. Dan jika ini bisa dimanfaatkan dengan baik, secara teoretis, menurut Saiful, Nasdem kemungkinan bisa mencapai target menjadi partai dua besar.
"Sekarang belum terlihat. Yang perlu dilakukan oleh Nasdem sekarang adalah bagaimana membuat suara Anies sekarang secara sistematik bisa lebih cenderung ke Nasdem," paparnya.